Kamis, 20 Januari 2011

BAB I GGK

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan dalam tubuh.1 Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai air seni. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah). Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau gagal ginjal kronik (GGK) stadium terminal. Perkembangan yang terus beranjut sejak tahun 1960 dari teknik dialysis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan stadium terminal GGK, merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti.

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal dengan jumlah penderita tertinggi setiap tahun berdasarkan catatan rekam medis RSMH Palembang. Pada tahun 2003 misalnya, terdapat 160 kasus baru yang teridentifikasi sebagai gagal ginjal kronik, sedangkan jumlah kasus penyakit ginjal tertinggi urutan kedua hanya sebesar 55 kasus baru yaitu pada penyakit cystitis. Hal ini tak jauh berbeda apabila dibandingkan dengan data pada tahun 2002 yang menunjukan gagal ginjal kronik menempati urutan pertama jumlah penderita penyakit ginjal terbanyak. Jumlah penderita penyakit tersebut pada saat itu adalah 179 kasus baru.

Penelitian di Canada pada tahun 2001 menunjukan bahwa penderita terbanyak penyakit gagal ginjal kronik ini adalah pria. Hal tersebut mirip dengan yang terjadi di RSMH. Kasus gagal ginjal kronik di RSMH paling banyak di derita oleh pria berusia lebih dari 17 tahun. Hal ini terlihat misalnya pada data penderita gagal ginjal kronik pada tahun 2002. Dari data tersebut penderita penyakit ini adalah sebanyak 179 orang. Dari jumlah tersebut 63,68 % merupakan pasien pria.2

Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot.2 Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot. Pada pria kadarnya biasanya lebih besar daripada wanita. Pada pria kadar kreatinin normal adalah 0.5-1.4 mg/dl.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran berat badan, usia, kadar hemoglobin, kadar ureum dan kreatinin serum pada pria yang menderita gagal ginjal kronik?

2. Bagaimana gambaran klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan hasil perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) pada pria yang menderita gagal ginjal kronik?

1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi berat badan, usia, kadar ureum dan kreatinin serum pada pria yang menderita gagal ginjal kronik.

2. Memberikan gambaran klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan hasil perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) pada pria yang menderita gagal ginjal kronik

1.4 Manfaat

1. Memperlambat perkembangan stadium gagal ginjal kronik pada pasien yang menderita gagal ginjal kronik agar tidak menjadi lebih buruk.

2. Meningkatkan pelayanan, sarana dan prasarana kesehatan untuk penatalaksanaan pasien dengan stadium gagal ginjal kronik terbanyak di RSMH.

3. Membuka wawasan penderita dan keluarga penderita ataupun para klinisi tentang klasifikasi stadium gagal ginjal kronik berdasarkan hasil perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus.

4. Menjadi rekomendasi apabila dilakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan penelitian ini dan menambah khazanah ilmu pengetahuan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah). Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium terminal. Perkembangan yang terus berlanjut sejak tahun 1960 dari teknik dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan penyakit ginjal stadium terminal merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti.3

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lainnya antara lain mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu (obat-obatan dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain.

Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolisme vitamin D merupakan fungsi non-ekskretor yang penting. Sekresi renin yang berlebihan mungkin penting pada etiologi beberapa bentuk hipertensi. Defisiensi eritropoetin dan pengaktifan vitamin D dianggap penting sebagai etiologi anemia dan penyakit tulang pada uremia.

Ginjal juga penting sehubungan dengan degradasi insulin dan pembentukan sekelompok senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20% dari insulin yang dibentuk oleh pankreas didegradasi oleh sel-sel tubulus ginjal. Akibatnya penderita diabetes yang menderita payah ginjal mungkin membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin (PG) merupakan hormon asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam banyak jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGA2 ­ dan PGE2 yang merupakan vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin mempunyai peranan penting dalam pengaturan aliran darah ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin juga ikut berperan pada beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti-bukti yang ada masih kurang memadai.

2.2. Gagal Ginjal Kronik

2.2.1. Epidemiologi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal GGK.4,5 Apabila penyakit GGK seseorang telah mencapai stadium berat atau terminal maka terapi yang dapat meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan yang paling baik dengan transplantasi ginjal.

Penyakit ginjal stadium terminal merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat. Hamper satu dari 10.000 orang pertahun mengalami penyakit ginjal stadium terminal. Pada tahun 1986 program penyakit ginjal stadium terminal dari Health Care Financing Administration (HCFA) Medicare mencakup 114. 859 pasien dengan biaya hamper 3 milyar dollar pertahun. Pada 1984 dilakukan hampir 7000 tranplantasi ginjal, sedangkan pasien-pasien lainnya menjalani hemodialisis atau dialysis peritoneal. Penyakit ginjal stadium terminal merupakan program penyakit kronik yang terbesar di banyak negara.3

Menurut penelitian Feest dan kawan-kawan Devon dan Northwest, insiden penyakit ginjal stadium terminal berkisar 148 dari 1000.000 orang pertahun.6,7 Hasil penelitian Khan dan kawan-kawan di Grampian, insiden penyakit ginjal stadium terminal berkisar 130 dari 1000.000 orang pertahun.7,8 Insiden penyakit ginjal stadium terminal bertambah sesuai dengan pertambahan usia. Menurut penelitian Feest di Southampton, rata-rata berjumlah 58,160, 282, 503 dan 588 dari 1000.000 orang pertahun dalam kelompok usia 20-49, 50-59, 60-69, 70-79, ≥80.7,10,11

2.2.2. Klasifikasi, Etiologi dan Patogenesis

2.2.2.1 Klasifikasi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)11:

1. GGK ringan : LFG 30 – 50 ml/menit

2. GGK sedang : LFG 10 – 29 ml/menit

3. GGK berat : LFG <10 ml/menit

4. Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit

2.2.2.2 Etiologi

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab.12 Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas seperti berikut:

1. infeksi, misal pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.

6. Penyakit metabolik, misal diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.

8. Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperitoneal; dan saluran kemih bagian bawah seperti hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

2.2.2.3 Patogenesis

Gambaran umum perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dan kecepatan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) sebagai persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.

Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.3

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.3

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.3

2.2.3 Gambaran Klinik dan Diagnosis

Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik banyak terdapat pada seluruh sistem organ tersebut. Hal ini disebabkan karena organ ginjal memegang peranan yang penting dalam tubuh yaitu sebagai organ yang mengekskresikan seluruh sisa-sisa hasil metabolisme. Secara umum pasien tersebut akan mengalami kelelahan dan kegagalan pertumbuhan. Pada inspeksi ditemukan kulit pucat, mudah lecet, rapuh dan leukonikia. Sedangkan pada mata ditemukan gejala mata merah dan pada pemeriksaan funduskopi ditemukan fundus hipertensif.12

Gejala sistemik yang dapat ditemukan antara lain hipertensi, penyakit vaskuler, hiperventilasi asidosis, anemia, defisiensi imun, nokturia, poliuria, haus, proteinuria, dan gangguan berbagai organ lainnya. Bahkan pada penderita stadium lanjut terdapat gangguan fungsi seksual seperti penurunan libido, impoten, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore. Tulang dan persendian juga dapat terjadi gangguan seperti adanya rakhitis akibat defisiensi vitamin D dan juga gout serta pseudogout. Letargi, tremor, malaise, mengantuk, anoreksia, myoklonus, kejang, dan koma merupakan manifestasi klinis pada sistem syaraf.13

Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya gejala-gejala sistemik seperti gangguan pada sistem gastrointestinal, kulit, hematologi, saraf dan otot, endokrin, dan sistem lainnya. Pada anamnesis diperlukan data tentang riwayat penyakit pasien, dan juga data yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap.3

Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinis gagal ginjal kronik dan terhadap penanggulangannya. Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang perlu dicari faktor-faktor yang memperburuk keadaan gagal ginjal kronik yang dapat diperbaiki seperti infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, gangguan perfusi dan aliran darah ginjal, gangguan elektrolit, pemakaian obat nefrotoksik termasuk bahan kimia dan obat tradisional. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada gagal ginjal kronik antara lain pemeriksaan laboratorium, EKG, USG, foto polos abdomen, pemeriksaan pyelografi, pemeriksaan foto thorax, dan pemeriksaan radiologi tulang.

2.2.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara konservatif terdiri dari tiga cara. Pertama adalah usaha untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal. Pencegahan kerusakan ginjal lebih lanjut adalah usaha yang kedua. Sedangkan pengelolaan masalah yang terdapat pada pasien dengan gagal ginjal kronik dan komplikasinya adalah usah yang ketiga. Adapun penyebab gagal ginjal kronik, penurunan progresif fungsi ginjal akan sampai tahap uremia atau terminal. Penatalaksanaan konsevatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan.3

Dalam usaha memperlambat progresi gagal ginjal maka penting dilakukan pengobatan terhadap hipertensi. Selain itu pembatasan asupan protein, retriksi fosfor, pengurangan proteinuria dan pengendalian hiperlipidemia adalah tahap lainnya dalam memperlambat progresi gagal ginjal. Pencegahan kerusakan gagal ginjal lebih lanjut dapat dilakukan dengan penambahan cairan fisiologis (rehidrasi), dan penanganan sepsis. Pengelolaan uremia dan komplikasinya dilakukan dengan penyeimbangan cairan dan elektrolit serta penanganan asidosis metabolik, hiperkalemia, diet rendah protein, dan anemia.3

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Dalam rangka mendapatkan diagnosis yang tepat pada penyakit ginjal sudah barang tentu diperlukan kelengkapan data-data yang saling mendukung satu dengan lainnya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat dan terarah sehingga diagnosis penyakit ginjal yang tepat dapat terpenuhi. Pada pelaksanaan sehari-hari ada lima bentuk pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi struktur ginjal, yaitu pemeriksaan serologi, pemeriksaan radiologi, biopsi ginjal, pemeriksaan dipstick terhadap urine, perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang ditentukan dengan memeriksa bersihan dari bahan-bahan yang diekskresikan oleh filtrasi glomerulus.

Pada penyakit gagal ginjal kronik, pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan perhitungan laju filtrasi glomerulus. Dalam pemeriksaan perhitungan laju filtrasi glomerulus terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seperti umur, berat badan, jenis kelamin, dan kreatinin serum. Hal ini berdasarkan formula Cockcroft-Gault11 yaitu:

Untuk laki-laki:

Pada penyakit ginjal kronik, nilai LFG turun di bawah nilai normal. LFG juga akan menurun pada orang usia lanjut. Sesudah usia 30 tahun nilai LFG akan menurun dengan kecepatan sekitar 1 ml/menit pertahun.

2.2.5.1. Ureum

Gugusan amino dicopot dari asam amino bila asam itu didaur ulang menjadi sebagian dari protein lain atau dirombak dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh. Amino transferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan mengkatalis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-reaksi sintesis. Di lain pihak, deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan yang dilepaskan itu diubah menjadi amoniak. Amoniak diantar ke hati dan disana ia berubah menjadi ureum melalui reaksi-reaksi bersambung. Ureum adalah satu molekul kecil yang mudah mendifusi ke dalam cairan ekstrasel, tetapi pada akhirnya ia dipekatkan dalam urin dan diekskresi. Jika keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap, ekskresi ureum kira-kira 25 gr setiap hari.14

Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Metode penetapan adalah dengan mengukur nitrogen; di Amerika Serikat hasil penetapan disebut sebagai nitrogen ureum dalam darah (Blood Urea Nitrogen, BUN). Dalam serum normal konsentrasi BUN adalah 8-25 mg/dl. Nitrogen menyusun 28/60 bagian dari berat ureum, karena itu konsentrasi ureum dapat dihitung dari BUN dengan menggunakan faktor perkalian 2,14.

Penetapan ureum tidak banyak diganggu oleh artefak. Pada pria mempunyai kadar rata-rata ureum yang sedikit lebih tinggi dari wanita karena tubuh pria memiliki lean body mass yang lebih besar. Nilai BUN mungkin agak meningkat kalau seseorang secara berkepanjangan makan pangan yang mengandung banyak protein, tetapi pangan yang baru saja disantap tidak berpengaruh kepada nilai ureum pada saat manapun. Jarang sekali ada kondisi yang menyebabkan kadar BUN dibawah normal. Membesarnya volume plasma yang paling sering menjadi sebab. Kerusakan hati harus berat sekali sebelum terjadi BUN karena sintesis melemah.

Konsentrasi BUN juga dapat digunakan sebagai petunjuk LFG. Bila seseorang menderita penyakit ginjal kronik maka LFG menurun, kadar BUN dan kreatinin meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (zat nitrogen dalam darah). Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan BUN. Hal ini terutama karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh.3

2.2.5.2. Kreatinin

Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatinin. Kreatinin yang terutama disintesis oleh hati, terdapat hampir semuanya dalam otot rangka; disana ia terikat secara reversibel kepada fosfat dalam bentuk fosfokreatin, yakni senyawa penyimpan energi. Reaksi kreatin + fosfat ↔ fosfokreatin bersifat reversibel pada waktu energi dilepas atau diikat. Akan tetapi sebagian kecil dari kreatin itu secara irreversibel berubah menjadi kreatin yang tidak mempunyai fungsi sebagai zat berguna dan adanya dalam darah beredar hanyalah untuk diangkut ke ginjal. Jumlah kreatinin yang disusun sebanding dengan massa otot rangka; kegiatan otot tidak banyak mempengaruhi. Nilai rujukan untuk pria adalah 0,6 – 1,3 mg/dl dan untuk wanita 0,5 – 1 mg/dl serum.14 Nilai kreatinin pada pria lebih tinggi karena jumlah massa otot pria lebih besar dibandingkan jumlah massa otot wanita.2

Banyaknya kreatinin yang disusun selama sehari hampir tidak berubah kecuali kalau banyak jaringan otot sekaligus rusak oleh trauma atau oleh suatu penyakit. Ginjal dapat mengekskresi kreatinin tanpa kesulitan. Berbeda dari ureum berkurang aliran darah dan urin tidak banyak mengubah ekskresi kreatinin, karena perubahan singkat dalam pengaliran darah dan fungsi glomerulus dapat diimbangi oleh meningkatnya ekskresi kreatinin oleh tubuli. Kadar kreatinin dalam darah dan ekskresi kreatinin melalui urin per 24 jam menunjukkan variasi amat kecil; pengukuran ekskresi kreatinin dalam urin 24 jam tidak jarang digunakan untuk menentukan apakah pengumpulan urin 24 jam dilakukan dengan cara benar.

Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Jika pengurangan fungsi ginjal terjadi secara lambat dan disamping itu massa otot juga menyusun secara perlahan, maka ada kemungkinan kadar kreatinin dalam serum tetap sama, meskipun ekskresi per 24 jam kurang dari normal. Ini bisa didapat pada pasien berusia lanjut kadar BUN yang meningkat berdampingan dengan kadar kreatinin yang normal biasanya menjadi petunjuk ke arah sebab ureumnya tidak normal. Ureum dalam darah cepat meninggi daripada kreatinin bila fungsi ginjal menurun; pada dialisis kadar ureum lebih dulu turun dari kreatinin. Jika kerusakan ginjal berat dan permanen, kadar ureum terus-menerus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar. Kalau kreatinin dalam darah sangat meningkat, terjadi ekskresi melalui saluran cerna.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 RIAN TASALIM PRANERS. All rights reserved.