Rabu, 03 Maret 2010

carin 004.asal teori RSSM

Caring
Pendahuluan
Era globalisasi yang sedang dan akan kita hadapi dibidang kesehatan menimbulkan secercah harapan akan peluang (opportunity) meningkatnya pelayanan kesehatan. Terbukanya pasar bebas memberikan pengaruh yang penting dalam meningkatkan kompetisi disektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit memberikan pengaruh dalam manajemen rumah sakit baik milik pemerintah, swasta dan asing dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan pelayanan.
Tuntutan masyrakat akan pelayanan kesehatan yang memadai semakin meningkat turut meberikan warna diera globalisasi dan memacu rumah sakit untuk memberikan layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh masyarakat. Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit) di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat.
Salah satu indikator mutu layanan keperawatan adalah kepuasan pasien. Kepuasan pasien harus senantiasa terjaga bila rumah sakit ingin tetap eksis dalam percaturan layanan kesehatan.

Pasien sangat responsive terhadap layanan langsung sebagai pasien terutama terhadap perawat dan dokter. Perawat lebih banyak berinterakis dengan pasien di banding tenaga yang lain dan ini merupakan variabel yang paling mudah bersentuhan kepuasan pasien.
Perilaku Caring perawat menjadi jaminan apakah layanan perawatan bermutu apa tidak. Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner (1989), menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan.
Diperkirakan bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan ¼ adalah curing. Jika perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja selama 24 jam di rumah sakit lebih menekankan caring sebagai pusat dan aspek yang dominan dalam pelayanannya maka tak dapat disangkal lagi bahwa perawat akan membuat suatu perbedaan yang besar antara caring dan curing (Marriner A-Tomey, 1998).
Sering kali kita menilai diri sendiri bahwa kita sudah melakukan caring dalam perawatan sehari-hari. Tetapi perilaku caring tersebut masih bersifat naluriah dasar dan belum dikembangkan dengan menggunakan indicator-indikator yang bias diukur. Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan cara pengobatan.

Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat yang sangat dipengaruhi oleh variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring.
Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.


Dalam membangun pribadi caring perawat dapat melalui pengembangan indikator 10 caratif caring (Waton, 1979) sebagai berikut:

1. Sistem nilai humanistik-altruistik
Humanistik-altruistik dibangun dari pengalaman, belajar dan upaya-upaya mengembangkan sikap humanis. Proses tumbuh kembang manusia akan berpengaruh dalam mengembangkan jiwa altruistik dan humanis ini. Biasanya proses tersebut merupakan hasil dari saling mempengaruhi baik dari lingkungan social maupun orang tua . Pengembangan faktor ini dapat dimulai sejak dalam masa pendidikan.

2. Kepercayaan-harapan
Perawat menggunakan kekuatan sugestif secara positif untuk memberikan dukungan pada pasien untuk yakin akan mendapat kesembuhan. Hal ini harus diawali dari keyakinan dalam diri perawat sendiri bahwa dengan sentuhannya pasien akan dapat kesembuhan. Pengalaman dalam pelayanan memberikan kekuatan bahwa peran perawat merupakan variabel penting dalam pemberi kepuasan dan kesembuhan.

3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain
Ditumbuhkan dengan cara megembangkan perasaan diri, merasakan emosi, meningkatkan sensitivitas dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini perawat dituntut mengembangkan sensitivitas terhadap klien.

4. Pertolongan-Hubungan saling percaya.
Untuk mendapat hubungan saling percaya dengan pasien, seorang perawat harus mempunyai kemampuan berkomunikasi terapeutik yang baik. Perawat harus bisa membedakan komunikasi dan komunikasi terapeutik.

5. Pengembangan dan penerimaan terhadap ekspresi perasaan positif dan negatif.
Ekspresi yang benar atau sesuai menunjukkan bahwa seseorang berada pada tingkat kesadaran tertentu.

6. Penggunaan metode ilmiah, problem solving dalam pengambilan keputusan.
Diperoleh melalui riset yang berkesinambungan, pemberian arti terhadap ilmu dan peningkatan pengetahuan.

7. Peningkatan proses belajar-mengajar dalam interpersonal
Fokusnya adalah proses belajar mengajar untuk meningkatkan pemahaman dengan memperoleh informasi dan alternatif pemecahan masalah. Secara personal perawat harus siap untuk menerima pengetahuan (ilmu) baru dalam keperaawatan dengan caa meningkatkan pedidikan formal dan non formal

8. Supportif, korektif dan protektif terhadap mental, fisik, sosiokultural dan spiritual.
Variable eksternal dari factor ini adalah fisik, keamanan, keselamatan dan lingkungan. Variabel internal meliputi mental, spiritual dan aktivitas cultural. Perawat harus mampu memberikan support, proteksi dan koreksi terhadap variable tersebut.

9. Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan dasar manusia menurut Watson terdiri dari :
1) Survival needs (biophisycal needs)
2) Fungsional needs (Psychophisical needs)
3) Integratif needs (Psychososial needs)
4) Growth-seeking needs (intrapersonal-interpersonal needs)


10. Dikembangkan factor eksternal phenomenological
Yaitu studi tentang keberadaan manusia dengan menggunakan analisis phenomenological. Bagi perawat factor ini membantu menerima dan menengahi ketidaksesuaian pandangan seseorang secara holistic ketika saat yang bersamaan ditugaskan memenuhi kebutuhan secara hirarkikal. Gabungan dari factor ini adalah ilmu keperawatan yang membantu perawat memahami pengertian seseorang dalam menemukan hidupnya dan memahami seseorang dalam mengartikan setiap kejadian.

TEORI CARING MENURUT WATSON
Margareth Jean Harman Watson lahir di Virginia barat bagian selatan dan besar di sebuah kota kecil Welch di pegunungan Appalachian. Watson memasuki sekolah menengah atas di Virginia barat dan kemudian sekolah keperawatan Lewis gale. Setelah lulus pada tahun 1961 dia menikah dengan suaminya Douglas dan pindah ke Colorado. Setelah pindah Watson melanjutkan studi keperawatannya dan lulus dari universitas Colorado. Dia memperoleh gelar sarjana muda keperawatan tahun 1964 di kampus boulder, gelar master keperawatan jiwa pada tahun 1966 dan gelar doktornya pada tahun 1973.

Menurut Watson, caring adalah istilah keperawatan yang menggambarkan faktor-faktor yang digunakan untuk menyampaikan perawatan kesehatan kepada pasien. Watson mendasarkan teori keperawatannya pada sepuluh caratif faktor yang digunakan oleh perawat untuk memberikan perawatan kepada pasien yang beragam. Carative factor menurut Watson adalah mencoba menghargai dimensi manusia dalam perawatan dan pengalaman-pengalaman subjektif dari orang yang kita rawat. Setiap caratif faktor menggambarkan proses caring dari segi bagaimana seorang pasien mencapai dan mempertahankan kesehatan atau meninggal dengan damai.
Kesepuluh caratif faktor itu adalah :
1. Nilai-nilai kemanusiaan dan Altruistik (Humanistic-Altruistic System Value ).
2. Keyakinan dan harapan (Faith and Hope)
3. Peka kepada diri sendiri dan kepada orang lain (Sensitivity to self and others)
4. Membantu menumbuhkan kepercayaan dan menciptakan hubungan dalam perawatan secara manusiawi.
5. Pengekspresian perasaan positif dan negatif.
6. Proses pemecahan masalah perawatan secara kreatif (creative problem-solving caring process)
7. Pembelajaran secara transpersonal (transpersonal teaching learning)
8. Dukungan,perlindungan dan perbaikan fisik,mental,sosial dan spiritual.
9. Bantuan kepada kebutuhan manusia (Human needs assistance)
10. Eksistensi fenomena kekuatan spiritual.
Dari kesepuluh carative faktors diatas, Caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985) ini berkenaan dengan proses yang humanitis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia dan melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi yang bukan hanya berupa kemampuan teknis tetapi disertai kehangatan dankebaikan.

Ketika ide dan nilai yang disampaikannya telah berkembang, Watson menterjemahkan caratif faktor ke dalam caritas proses. Pada caritas proses terdapat dimensi spiritual serta nilai cinta dalam proses caring. Caritas proses lebih dikenal dengan clinical caritas proses (CCP) yaitu suatu praktek perawatn pasien yang dengan sepenuh hati, kesadaran dan cinta.

Clinical Caritas Proses meliputi :
• Merawat pasien dengan penuh kesadaran,sepenuh hati dan cinta.
• Hadir secara jiwa dan raga,supportif dan mampu mengekspresikan perasaan negatif dan positif dari dasar-dasar nilai spiritual diri dalam hubunganya dengan pasien sebagai one-being-cared-for.
• Budidaya nilai spiritual dan transpersonal,melampaui diri sendiri dan supaya lebih terbuka, peka dan iba.
• Kreatif menggunakan diri dan segala cara dalam proses perawatan,secara artistik,sebagai bagian dari caring-healing-practice.
• Menciptakan lingkungan penyembuhan di semua level,fisik dan non fisik,dengan penuh kesadaran dan keseluruhan,yang memperhatikan keindahan,kenyamanan,kehormatan dan kedamaian.
• Terlibat dalam proses pengalaman belajar mengajar,yang dihadirkan sebagai kesatuan “menjadi dan berarti” (being and meaning),dan mencoba melihat dan mengacu pada kerangka berfikir orang lain.

II. 3 Asumsi Teori Caring Menurut Jean Watson
Jean Watson merupakan penggagas teori yang banyak mempengaruhi pendekatan keperawatan dan meletakkan dasar humanisme pada keseluruhan aspek bidang kajian keperawatan. Konsep yang dikemukakan tentang esensi manusia dengan keutuhan dan sifat-sifat kemanusiaannya serta esensi caring menjadi fondasi bagaimana seharusnya perawat memperlakukan manusia lain (termasuk pasien/klien) dan diri sendiri. Watson meyakini praktik caring sangatlah penting untuk keperawatan; ini adalah fokus pemersatu untuk praktik. Dua asumsi utama yang mendasari nilai perawatan manusia dalam keperawatan:
1. Care and love merupakan energi fisik dasar dan universal
2. Care dan love adalah syarat untuk kelangsungan hidup kita dan makanan untuk kemanusiaan.

Watson mengemukakan bahwa caring merupakan inti dari keperawatan. Dalam hal ini, caring merupakan perwujudan dari semua faktor yang digunakan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien. Kemudian, caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien.
Watson berasumsi bahwa dalam caring tidak hanya mengandung unsur emosi, kepedulian, tingkah laku, atau keinginan tetapi juga merespon individu. Asumsi Watson tentang caring adalah sebagai berikut:

1. Caring merupakan proses intersubjektif dan moral ideal dalam keperawatan.

2. Caring hanya dapat didemonstrasikan secara interpersonal, yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien, dimana perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk mempertahankan kesehatan klien dan energi positif yang diberikan pada klien.

3. Caring sangat efektif untuk promosi kesehatan, pengembangan indvidu atau keluarga serta dapat meningkatkan kesehatan klien.

4. Respon caring yaitu dapat menerima individu pada masa ini dan yang akan datang.

5. Lingkungan caring merupakan perkembangan yang efektif dan memperbolehkan individu memilih tindakan terbaik untuk dirinya.

6. Caring merupakan tindakan yang melibatkan perawat-klien yaitu peristiwa transpersonal yang mengembangkan keterbukaan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada terbentuknya interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien
untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.

7. Caring memiliki karakteristik yang abstrak yaitu manusia sebagai individu yang unik. Artinya individu memliki respon yang berbeda dalam menghadapi masalah kesehatan, sehingga dalam praktik keperawatan, seorang perawat harus mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien terhadap penderitaan yang dialaminya dan memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dalam setiap respon yang berbeda. Jadi dalam hal ini perawat dituntut untuk mampu menghadapi klien dalam setiap respon yang berbeda baik yang sedang maupun akan terjadi.

8. Caring memiliki kekuatan yang sensitive yaitu kekuatan yang eksistensial, fenomenal, dan spiritual.
Jadi, dari asumsi teori caring menurut Watson di atas dapat disimpulkan bahwa caring harus diterapkan dalam setiap pelaksanaan asuhan keperawatan. Caring merupakan inti dari pelaksanaan praktik keperawatan. Sikap caring seyogyanya senantiasa dimiliki oleh perawat, karena mutu dari asuhan keperawatan ditentukan dengan adanya sikap caring yang diberikan oleh perawat terhadap pasien.

caring.003.teori RSSM

Caring
Pendahuluan
Landasan Teori
Keperawatan adalah suatu interaksi antara perawat dan klien, perawat dan profesional kesehatan lain. Proses interaksi manusia terjadi melalui komunikasi : verbal dan non verbal, tertulis dan tidak tertulis, terencana dan tidak terencana. Komunikasi diantara manusia menyampaikan pikiran, ide, perasaan dan informasi. Agar perawat efektif dalam berinteraksi, mereka harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik.
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai pemberian atau pertukaran informasi dengan cara verbal atau tertulis. Kozier dan rekan (2000) mendefinisikan komunikasi sebagai “Suatu proses dua arah yang meliputi pengiriman dan penerimaan pesan”. Sherman (1994) mendefinisikan komunikasi sebagai berbagai pengalaman dan berbagai perasaan dan emosi. Konsep ini ditemukan pada komunikasi efektif. Perawat yang berkomunikasi secara efektif lebih mampu membina hubungan yang berhasil antara diri mereka sendiri dan orang lain, termasuk klien dan keluarga serta komponen masyarakat lainnya. Komunikasi yang efektif juga dapat mencegah banyak kesalahan yang menyebabkan insiden legal yang berkaitan dengan praktik keperawatan.

Ciri Komunikasi yang efektif itu salah satunya adalah jika didalamnya terdapat sikap atau perilaku “Caring” perawat yang profesional terhadap klien atau keluarga dan orang lainnya. Sehingga tercipta hubungan yang baik antara perawat dan klien.

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdediksi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan. Konsep caring pun mengalami perkembangan yang pesat.

Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner (1989), menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Diperkirakan bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan ¼ adalah curing. Jika perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja selama 24 jam di rumah sakit lebih menekankan caring sebagai pusat dan aspek yang dominan dalam pelayanannya maka tak dapat disangkal lagi bahwa perawat akan membuat suatu perbedaan yang besar antara caring dan curing (Marriner A-Tomey, 1998). Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan cara pengobatan. (Wiyana, 2008)

Apa yang Membuat Perawat Memiliki Kepedulian (Caring)?
Kepedulian atau "caring", merupakan topik yang saat ini hangat dibahas dalam buku-buku keperawatan. Ada kisah-kisah dan penegasan mengenai kepedulian, ada dongeng-dongeng dan tuduhan-tuduhan tentang kurangnya kepedulian, ada juga teori-teori tentang kepedulian, penelitian, dua jurnal mengenai kepedulian, dan International Association of Human Caring (Asosiasi Internasional untuk Kepedulian Terhadap Manusia). Kepedulian tampaknya telah memainkan bagian penting yang paling disoroti. Sejak dulu, keperawatan selalu meliputi empat konsep (yang merupakan paradigma kita): merawat adalah apa yang kita lakukan; manusia adalah sasaran dari apa yang kita lakukan (kepada siapa kita melakukannya); kesehatan adalah tujuannya; dan lingkungan adalah tempat di mana kita merawat.
Inti dari semua teori tentang keperawatan adalah memeriksa dan menguraikan empat konsep tersebut untuk memberi penjelasan dan panduan dalam hal merawat. Tetapi sekarang, merawat juga didefinisikan sebagai "kepedulian", yang sudah menjadi konsep paradigma yang kelima.
Mengapa kita menyoroti hal merawat? Pada mulanya, merawat adalah sesuatu yang baik. Merawat, yang sudah lama dikenal sebagai "syarat dari suatu hubungan kepedulian yang memudahkan diperolehnya kesehatan dan pemulihan", merupakan suatu aspek penting dalam keperawatan. Mengindentifikasi, menggambarkan, dan memahami `kepedulian` menjelaskan apa yang kita lakukan, apa keunikan dari merawat, dan menuntun kita selagi kita berusaha untuk peduli.
Tetapi, sebuah masalah yang menarik muncul. Meskipun setiap perawat tahu apa itu kepedulian, pada saat Anda memerhatikannya dengan sungguh-sungguh, kepedulian menjadi suatu konsep yang sulit untuk dipahami. Bacalah buku keperawatan, Anda akan menemukan interpretasi yang berbeda-beda tentang apakah arti kepedulian itu. Beberapa interpretasi itu diperoleh dengan memisahkan konsep tersebut supaya dapat dipahami. Menganalisa konsep yang beragam, sama seperti kisah lima orang buta yang mendeskripsikan seekor gajah. Setiap orang merasakan gajah yang sama, tetapi deskripsi masing-masing orang mengenai gajah itu berbeda-beda.
Seperti kebanyakan hal lain dalam hidup ini, cara pandang memainkan peran yang besar dalam menentukan apa pendapat Anda tentang "kepedulian" itu. Apa yang saya percayai tentang "kenyataan", benar dan salah, asal usul kita, apa yang terjadi saat kita mati, atau apakah "kebenaran" itu, sangat berpengaruh terhadap pemahaman saya mengenai kepedulian. Jika saya percaya bahwa semua yang ada dalam hidup adalah dunia fisik, yang kita rasakan melalui panca indra, maka pendapat saya tentang kepedulian mungkin cenderung seperti apa yang saya percaya, fokus kepada apa yang terjadi sekarang. Hal ini tidak berarti saya bukanlah seorang suster yang peduli, tapi bagaimana saya mempraktikkan kepedulian itu, tergantung dari apa yang menurut saya penting. Jika saya percaya pada suatu kekuatan yang menguasai hidup manusia yang menyokong dan entah bagaimana menghubungkan segala sesuatu, pemikiran saya tentang kepedulian mungkin akan mengandung aspek-aspek "kekuatan hidup" tersebut dan mempertimbangkan bagaimana saya terhubung dengan yang lain.
Meski cara pandang memengaruhi pemikiran kita, dalam pembahasan tentang kepedulian (setidaknya di buku-buku yang sudah saya baca), para penulis jarang menyatakan pikiran mereka dari cara pandangnya. Asumsi, pendapat, dan prinsip-prinsip diajukan, tetapi pandangan tentang kenyataan, kebenaran, dan sifat dunia biasanya tidak dibahas -- setidaknya oleh mereka yang mengatakan, "Inilah yang saya percayai." Tampaknya kita mengasumsikan kepedulian itu sebagai salah satu dari cara pandang yang netral (yang tidak berdampak pada apa yang kita pikirkan), atau karena semua pandangan dunia itu sah dan benar, cara pandang bukanlah masalah. Jika ditanya, kita semua akan berkata, "Tentu saja semuanya berasal dari cara pandang kita. Tidak ada yang tidak dipengaruhi oleh cara kita memandang!" Tetapi, cara pandang dunia biasanya tidak diakui secara terang-terangan, setidaknya secara tertulis.
Tidak mengakui cara pandang dalam diskusi kita tentang kepedulian bisa menjadi suatu masalah. Mengapa? Menyatakan suatu cara pandang yang dimiliki oleh seseorang akan memberikan pengertian yang luas tentang suatu informasi. Misalkan seorang penulis menulis: "Teori saya tentang kepedulian berakar dari kepercayaan bahwa dunia tersusun atas alam, evolusi, ilmu pengetahuan, dan proses. Tidak ada istilah `karya yang luar biasa` atau `pencipta`; dunia ini hanya terdiri dari apa yang kita lihat dan rasakan." Bagaimana Anda mengevaluasi apa yang Anda baca? Katakan saja Anda membaca, "Teori saya tentang kepedulian berasal dari kepercayaan saya akan kuasa yang lebih besar (misalnya, bukan Allah), yang menyokong semua kehidupan dan ada dimana saja. Kuasa itu mempersatukan kita sehingga apa pun yang kita lakukan memengaruhi makhluk hidup yang lain." Apakah interpretasi Anda tentang pemikiran si penulis?
Cara pandang tentang keperawatan Kristen berasal dan berpusat kepada Allah. Kami mencoba memahami cara pandang orang-orang lain dan membandingkannya dengan kebenaran Alkitab. Kolose 2:8 menjelaskan: "Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus." Kesimpulannya, kepedulian tercermin dalam kehidupan Yesus dan pemahaman kita tentang kepedulian dapat kita peroleh dari mempelajari Alkitab. (t/Dian)
(Referensi: Majalah American Nurses Association, Nursing`s Social Policy Statement, 2nd ed. (Washington, DC:ANA, 2003): 5
Sebelum mamasuki teori CARING kita harus mengetahui dulu apa itu perawat ?
Mungkin sebagian banyak orang tidak mengetahui apa itu perawat. Banyak animo masyarakat selama ini yang menganggap bahwa perawat adalah bawahan dokter atau dokter yang belum jadi. Padahal perawat dan dokter adalah dua profesi yang berbeda yang semuanya mempunyai kedudukan yang sama, tidak ada yang diatas atau dibawah.

Definisi Perawat

Setelah browsing di Internet akhirnya saya menemukan definisi dari perawat:
1. Keperawatan adalah pekerjaan yang bertujuan untuk menjaga/merawat orang yang sakit atau lemah dengan profesinya adalah perawat (wordnet.princeton.edu).
2. Keperawatan adalah suatu profesi yang berfokus pada menjaga, memelihara dan mengembalikan kesehatan yang optimal baik individu, keluarga dan masyarakat (en.wikipedia.org).
3. Perawat adalah seorang petugas kesehatan professional bertujuan untuk merawat, menjaga keselamatan dan menyembuhkan orang yang sakit atau terluka baik akut maupun kronik, melakukan perencanaan perawatan kesehatan dan melakukan perawatan gawat darurat dalam kerangka pemeliharaan kesehatan dalam lingkup yang luas (en.wikipedia.org).
4. Keperawatan adalah ilmu terapan yang mempunyai dasar ilmu yang unik dengan menggunakan prinsip dasar fisik, biologi dan ilmu perilaku manusia (www.ptc.edu/department_nursing/philosophy.htm).
5. Keperawatan merupakan perlindungan, promosi, dan optimisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera, pengurangan yang menderita melalui diagnosa dan perawatan yang bersumber pada respons manusia, serta advokasi dalam perawatan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi (www.nursingworld.org).
6. Keperawatan meliputi kemandirian atau kolaboratif dalam merawat individu, keluarga, kelompok dan komunitas, baik sakit atau sehat dengan segala kondisi yang meliputinya. Keperawatan terdiri dari promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi, promosi lingkungan aman, penelitian, berpartisipasi dalam merumuskan kebijakan kesehatan bagi pasien dan manajemen sistem kesehatan serta pendidikan dan kode etik keperawatan (www.icn.ch).

Cara merawat seseorang tidak semudah mengatakannya. Dalam keperawatan ada yang disebut dengan diagnosa keperawatan dan asuhan keperawatan. Segala sesuatu yang perawat lakukan untuk merawat seorang pasien memiliki sistematika terencana sampai pasien tersebut sembuh, inilah yang disebut dengan asuhan keperawatan. Untuk membuat suatu asuhan keperawatan dibutuhkan suatu diagnosa yang disebut diagnosa keperawatan, seperti layaknya dokter.

Ilmu keperawatan pada prinsipnya menggabungkan antara ilmu kedokteran dan ilmu psikologi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marriner Tahun 1998, bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah Caring (perawatan) sedangkan ¼ lainnya adalah curing (pengobatan). Untuk membangun pribadi caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang Caring meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.

Keperawatan tidak hanya berkutat di rumah sakit, sesuai dengan defenisi tadi, keperawatan dibagi menjadi beberapa bagian :
1) Keperawatan Gawat Darurat
2) Keperawatan Maternitas (Anak-anak dan Ibu hamil)
3) Keperawatan Gerontik (Lansia)
4) Keperawatan Medikal Bedah (Bedah dan Penyakit Dalam, dll)
5) Keperawatan Komunitas (Masyarakat

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT
Definisi Peran Perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan.

Care Giver :
Pada peran ini perawat diharapkan mampu :
- Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga , kelompok atau masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.

- Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien berdasrkan kebutuhan significan dari klien.
- Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan mulai dari masalah fisik sampai pada masalah psikologis.

Elemen Peran
Menurut pendapat Doheny (1982) ada beberapa elemen peran perawat professional antara lain : care giver, client advocate, conselor, educator, collaborator, coordinator change agent, consultant dan interpersonal proses.

Client Advocate (Pembela Klien)
Tugas perawat :
- Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
- Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela hak-hak klien.
- Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998 :140).




Hak-Hak Klien antara lain :
1. Hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya
2. Hak atas informasi tentang penyakitnya
3. Hak atas privacy
4. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
5. Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.

Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
1. Hak atas informasi yang benar
2. Hak untuk bekerja sesuai standart
3. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
4. Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
5. Hak atas rahasia pribadi
6. Hak atas balas jasa
Conselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual.

Peran perawat :
- Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya.
- Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
- Memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.

Pemecahan masalah di fokuskan pada masalah keperawatan
Educator :
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998 : 8 ). Inti dari perubahan perilaku selalu didapat dari pengetahuan baru atau ketrampilan secara teknis.

PEMBAHASAN

Definisi Caring
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdediksi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan.

Rubenfeld (1999), mendefinisikan “Caring” : memberikan asuhan , dukungan emosional pada klien, keluarga dan kerabatnya secara verbal maupun non verbal. Jean Watson (1985), “Caring” merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia.


Konsep Penting “Caring”
Faktor Carative
Jean Watson merupakan penggagas teori yang banyak mempengaruhi pendekatan keperawatan dan meletakkan dasar humanisme pada keseluruhan aspek bidang kajian keperawatan. Konsep yang dikemukakan tentang esensi manusia dengan keutuhan dan sifat-sifat kemanusiaannya serta esensi caring menjadi fondasi bagaimana seharusnya perawat memperlakukan manusia lain (termasuk pasien/klien) dan diri sendiri. Watson meyakini praktik caring sangatlah penting untuk keperawatan ; ini adalah fokus pemersatu untuk praktik. Dua asumsi utama yang mendasari nilai perawatan manusia dalam keperawatan :
1. Care and love merupakan energi fisik dasar dan universal
2. Care dan love adalah syarat untuk kelangsungan hidup kita dan makanan untuk kemanusiaan.

Intervensi keperawatan yang terkait dengan perawatan manusia disebut faktor Carative, yang mestinya menjadi pembentuk perilaku caring yaitu :
• Forming a humanistic – altruistic
Faktor ini berkaitan dengan kepuasan melalui memberi dan memperluas rasa diri (sense of self). Meskipun nilai dipelajari pada awal kehidupan, nilai dapat langsung dipengaruhi oleh pendidik.
• Instilling faith & hope (Mengajarkan agar orang lain percaya dan mempunyai pengharapan : fasilitas optimisme, menyesuaikan diri)
• Cultivating sensitivity to one’s self (Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain)
• Developing a helping – trust relation (Membina hubungan saling percaya : jujur, empati)
• Expressing & feeling (Mengekspresikan perasaan positif dan negatif)
• Using creative problem-solving caring process (Mengambil keputusan dengan menggunakan metode pemecahan masalah yang ilmiah dan sistemik)
• Promoting interpersonal teaching – learning (Meningkatkan proses belajar)
• Providing a supportive, protective, or corrective mental-phisical sociocultural & spiritual environment. (Memberikan lingkungan fisik, mental, sosio kultural dan spiritual yang bersifat suportif, protektif dan korektif )
• Assisting with the gratification of human needs (Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar)
• Allowing for existential-phenomenologic forces (Memberi kesempatan untuk mengekspresikan aspek manusia)
(Susilaningsih, 2008)

Dari kesepuluh carrative factors diatas, Caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985) ini berkenaan dengan proses yang humanitis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia dan melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi yang bukan hanya berupa kemampuan teknis tetapi disertai “warmth, kindness, compassion”.

Faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang lain. Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.

Pembahasan di atas telah menunjukkan bahwa teori caring yang dikemukakan oleh Watson menekankan akan kebutuhan klien secara jasmani dan kebutuhan pendekatan spiritual bagi iman klien. Dengan demikian, perawat dituntut untuk mengenal dirinya sendiri secara spiritual dan menerapkannya dalam profesi keperawatan dalam memberikan perawatan dengan cinta dan caring. Jadi, dari teori caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya keseimbangan antara aspek jasmani dan spiritual dalam asuhan keperawatan. (Sujana, 2008)

Lima C dari Caring, Roach (1984) :
1. Compassion (Kasih sayang)
2. Competence (Kompetensi)
3. Conscience (Kesadaran)
4. Confidence (Kepercayaan)
5. Commitment (Komitmen)

Dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim keperwatan yaitu :
(1) Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien
(2) Adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik
(3) Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain
(4) Kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien
(5) Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).

SIKAP “CARING”
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
a. Keahlian
b. Kata-kata yang lemah lembut
c. Sentuhan
d. Memberikan harapan
e. Selalu berada disamping klien
f. Bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan

SPIRIT CARING
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.

Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Prilaku caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.

.Karakteristik “Caring”
Menurut Wolf dan Barnum (1998) :
1. Mendengar dengan perhatian
2. Memberi rasa nyaman
3. Berkata Jujur
4. Memiliki kesabaran
5. Bertanggung jawab
6. Memberi informasi sehingga klien dapat mengambil keputusan
7. Memberi sentuhan
8. Memajukan sensitifitas
9. Menunjukan rasa hormat pada klien
10. Memanggil klien dengan namanya

Madeleine Leinigner (1991) menyatakan bahwa “perawatan manusia adalah intisar keperawatan dan nyata, dimensi pusat dan koheren, yang pada akhirna menjadi fokus utama kita. Merawat, menembus dan memelihara jaringan hidup keperawatan. Perawat makin menjadi ‘penulis kreatif’ bagi hidupnya sendiri, sebuah kehidupan yang tinggal dalam hubungan dan penghubung dan saling menghubungkan dengan orang lain.
‘Caring’ adalah cara keperawatan. Hal ini bagaimanapun perlu dijabarkan untuk mendapatkan kejelasan. Pelajar keperawatan perlu menggal secara dalam untuk menemukan nilai yang tersimpan, arti pribadi dari keperawatan yang akan berlanjut menjadi pemeliharaan hubungan pendekatan yang dalam dengan orang lain, itulah keperawatan, komitmen merawat itu harus membuat kontribusi pokok yang jelas dari perawat untuk memberikan perawatan kesehatan pada individu, keluarga dan komunitas pada saat ini dan masa yang akan datang. (Basford, 2006)

Care sebagai sebuah ide moral
Care adalah semangat, tindakan penting dari inti keperawatan, kekuatan yang menyatakan, proses dinamik dan intisari struktural. Care adalah nilai, caring adalah sebuah kebaikan. Mayerhoff (1971) memberikan informasi yang berhubungan dengan nilai care. Dalam konteks kehidupan manusia, caring sebagai salah satu cara mengatur nilai-nilainya yang lain dan aktivitas sekitarnya. Bila pengaturan ini komprehensif, karena keterlibatan caring-nya terdapat stabilitas dasar dalam kehidupannya. Dengan melayani caring, seseorang manusia hidup dalam kehidupan sendiri yang berarti.

Carper (1979) “Caring sebagai nilai profesional dan nilai pribadi adalah pusat penting dalam memberikan standar normatif yang mengatur tindakan dan sikap kita untuk care kepada siapa. Dalam suatu dunia ketika ada kesepakatan yang besar tentang kesendirian, nyeri, penderitaan, kesakitan, dan tragedi ketika itu pula kebutuhan care menjadi penting.

Kita harus secara serius bercermin pada apa yang kita inginkan dan apa yang kita cari. Dan ini adalah dasar dari caring kita. Berdasarkan Greene (1990) caring adalah dasar keberadaan etik. Ia menyatakan bahwa “Praktek yang digambarkan dalam pelayanan manusia harus dimulai dari kesadaran terhadap situasi, khususnya perasaan dan kepedulia. Harapannya adalah bahwa makin dan makin banyak praktisi akan berespons terhadap pentingnya caring imperatif dan berpikir apa artinya memilih diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan kebutuhannya.

Olsen (1993) “baik caring dan keadilan berbicara tentang rasa moral kebaikan kita”. Mungkin saja tidak ada kebaikan yang tidak dapat mensintesis kedua konsep tersebut, memahami dan menghormati orang lain adalah penting dalam tugas ini. Ini mengikuti bahwa faktor yang lebih luas atau dasar seorang menggunakan care terhadap orang lain, orang lain akan lebih care.
Membangun pribadi Caring

Untuk membangun pribadi Caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang Caring meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.

Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoritik ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya:
a. Variabel Individu
b. Variabel Psikologis
b. Variabel Organisasi.

Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan.
Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.

Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Bukan pekerjaan yang mudah untuk merubah perilaku seseorang. Yang terbaik adalah membentuk Caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada dalam pendidikan. Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting. Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan harus selalu memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah.

Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada system yang bisa menemukan bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caring – nya.

Daftar pustaka
Caring is an elusive concept to nail down. Nama situs : Intervarsity Judul asli : What Determines "Caring"? Penulis : Kathy Schoonover-Shoffner URL : http://ncf.intervarsity.org/jcn/archive/06su/editorial.html)
definisiperan-dan-fungsi-perawat.html
Copel, Linda Carman. (2007). Kesehatan Jiwa & Pskiatri. Jakarta : EGC.
Mulyana, Dedi. (2007). Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Kozier, Barbara. Et all. (2007). Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
caring.html

caring 002.RSSM

Caring
PENDAHULUAN
Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat yang sangat dipengaruhi oleh variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi.
Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring.
Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.

A.Latar Belakang
Keperawatan sebagai integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu keperawatan.Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain,mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Demikian juga dengan pelayanan keperawatan di Indonesia,kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesionalsesuai tuntutun kebutuhan masyarakatserta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang.Pelaksanaan asuhan keperawatan di sebagian besar rumah sakit indonesia umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses keperawata.Dalam teorinya orlando mengemukakan tentang beberapa konsep utama,diantaranya adalah konsep disiplin proses keperawatan(nursing process dicipline)yang juga dikenal dengan sebutan proses disilin atau proses keperawata.
Disiplin proses keperawatan meliputi komunikasi perawat kepada pasiennya yang sifatnya segera,mengidentifikasi permasalahan klien yang di sampaikan kepada perawat,menanyakan untuk validasi atau perbaikan (Tomey,2006:434).Orlando juga menggambarkan mengenai disiplin nursing proses sebagai interaksi total yang dilakukan tahap demi tahap,apa yang terjadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu,perilaku pasien,reasi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan,mengidentifikasai kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukan tindakan yang tepat George,1995;162).

Dalam proses keperawatan masih terlihat adanya ketidak profesiomalan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.Seperti masih adanya kasus-kasus yang seharusnya tidak terjai,sebagai contoh kasus Prita Mulyasari yang pada beberapa waktu yang lalu sempat menyedot perhatian publik.Persoalannya adalah sudahkan perawat itu menerapkan caring sebagaimana mestinya dalam pelayanan kesehatan?

Untuk mencapai kesempurnaan sesuai dengan apa yang diharapkan kebanyakan orang tentunya dalam memberikan pelayanan kesehatan ,
perawat harus memiliki perilaku yang didasari dari beberapa aspek misalnya:
1.Human altruistik(mengutamakan nilai kemanusiaan)
2.Menanamkan kepercayaan –harapan
3.Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain
4.Pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya
5.Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif
6.Sistematis dalam dalam metode pemecahan masalah
7.Mengembangkan dan pengetahuan interpersonal
8.Meningkatkan dukungan dan perlindungan mental,fisik,sosial budaya,dan lingkungan spiritual.
9.Senang membantu kebutuhan manusia
10.Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal.(Watson,1979)

Dengan demikian perawat dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan yang profesional dan bermutu.Selain itu peraat juga dapat belajar untuk memahami diri sebelum memahami orang lain.

B.Tinjauan Pustaka
Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien.Secara teori setidaknya ada tiga variabel yang mempengaruhi tenaga kesehatan,yaitu;variabel individu,variabel organisasi,dan variabel psikologis.
Menurut Gibson(1987)yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan ,latar belakang,dan demografi.Variabel psikologi merupaka persepsi,sikap,kepribadian,belajar dan motivasi.Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan,sumber daya,imbalan struktur dan desain pekerjaan.Untuk mencapai caring yang lebih baik memerlukan waktu dan proses.Sebagai seorang perawat harus dimulai sejak dini,yaitu sejak berada dalam pendidikan.
Karena caring itu penting bagi seorang perawat maka dari itu ada baiknya dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawat harus selalu memenuhi unsur caring dalam setiap mata kuliah.Untuk itu menurut Orlando ada lima konsep utama yang harus diperhatikan yaitu fungsi perawat profesional,mengenal perilaku pasien,respon internal atau kesegaraan,disiplin proses keperawatan serta kemajuan/peningkatan.

1.Tanggung jawab perawat
Tanggung jawab perawat yaitu membantu apapun yang pasien butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (misalnya kenyamanan fisik dan rasa aman ketika dalam mendapatkan pengobatan atau dalam pemantauan.perawat harus mengetahui kebutuhan pasien untuk membantu memenuhinya.perawat harus mengetahui benar peran profesionalnya,aktifitas perawat profesional yaitu tindakan yang dilakukan perawat secara bebas dan bertanggung jawab guna mencapai tujuan dalam membantu pasien.ada beberapa aktivitas spontan dan rutin yang bukan aktivitas profesional perawat yang dapat dilakukan oleh perawat sebaiknya hal ini dikurangi agar perawat lebih terfokus pada aktivitas-aktivitas yang benar-benar menjadi kewenangannya.

2.Mengenal perilaku pasien
mengenal perilaku pasien yaitu dengan mengobservasi apa yang dikatakan pasien maupun perilaku nonverbal yang ditunjukkan pasien.

3.Reaksi segera
Reaksi segera meliputi persepsi,ide dan perasaan perawat dan pasien.Reaksi segera adalah respon segera atau respon internal dari perawat dan persepsi individu pasien,berpikir dan merasakan.

4.Disiplin proses keperawatan
Menurut george (1995 hlm 162) mengartika disiplin proses keperawatan sebagai interaksi total (totally interactive) yang dilakukan tahap demi tahap,apa yang tejadi antara perawat dan pasien dalam hubungan tertentu,perilak pasien,reaksi perawat terhadap perilaku tersebut dan tindakan yang harus dilakukan,mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk membantunya serta untuk melakukantindakan yang tepat.

5.Kemajuan/peningkatan
Peningkatan berarti tumbuh lebih,pasien menjadi lebih berguna dan produktif.

C.Pembahasan
1.Tanggung jawab perawat
Kelebihan :pasien tidak terlantar
Kekurangan:masih adanya pasien yang masih belum mendapatkan pelayanan yang memadai seperti pasien yang menggunakan ASKESKIN.

2.Mengenal perilaku pasien
Kelebihan:kebutuhan pasien bisa diketahui
Kekurangan:membutuhkan waktu yang cukup sehingga perawat harus menyiapkan waktu untuk hal itu.

3.Reaksi segera
Kelebihan:Persoalan pasien cepat tertangani
Kekurangan:resiko terjadi kesalah tinggi

4.Disiplin proses keperawatan
Kelebihan:tepat waktu dan akurat
Kekurangan:masih adanya perawat yang kurang disiplin misalnya datang terlambat.

5.Kemajuan
Kelebihan:pasien cepat sembuh
Kekurangan:fasilitas kurang mendukung misalnya karna keterbatasan dana yang dimiliki penyedia pelayanan kesehatan.




Dalam membangun pribadi caring perawat dapat melalui pengembangan indikator 10 caratif caring (Waton, 1979) sebagai berikut:
1. Sistem nilai humanistik-altruistik
Humanistik-altruistik dibangun dari pengalaman, belajar dan upaya-upaya mengembangkan sikap humanis. Proses tumbuh kembang manusia akan berpengaruh dalam mengembangkan jiwa altruistik dan humanis ini. Biasanya proses tersebut merupakan hasil dari saling mempengaruhi baik dari lingkungan social maupun orang tua . Pengembangan faktor ini dapat dimulai sejak dalam masa pendidikan.

2. Kepercayaan-harapan
Perawat menggunakan kekuatan sugestif secara positif untuk memberikan dukungan pada pasien untuk yakin akan mendapat kesembuhan. Hal ini harus diawali dari keyakinan dalam diri perawat sendiri bahwa dengan sentuhannya pasien akan dapat kesembuhan. Pengalaman dalam pelayanan memberikan kekuatan bahwa peran perawat merupakan variabel penting dalam pemberi kepuasan dan kesembuhan.

3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain
Ditumbuhkan dengan cara megembangkan perasaan diri, merasakan emosi, meningkatkan sensitivitas dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini perawat dituntut mengembangkan sensitivitas terhadap klien.

4. Pertolongan-Hubungan saling percaya.
Untuk mendapat hubungan saling percaya dengan pasien, seorang perawat harus mempunyai kemampuan berkomunikasi terapeutik yang baik. Perawat harus bisa membedakan komunikasi dan komunikasi terapeutik.


5. Pengembangan dan penerimaan terhadap ekspresi perasaan positif dan negatif.
Ekspresi yang benar atau sesuai menunjukkan bahwa seseorang berada pada tingkat kesadaran tertentu.

6. Penggunaan metode ilmiah, problem solving dalam pengambilan keputusan.
Diperoleh melalui riset yang berkesinambungan, pemberian arti terhadap ilmu dan peningkatan pengetahuan.

7. Peningkatan proses belajar-mengajar dalam interpersonal
Fokusnya adalah proses belajar mengajar untuk meningkatkan pemahaman dengan memperoleh informasi dan alternatif pemecahan masalah. Secara personal perawat harus siap untuk menerima pengetahuan (ilmu) baru dalam keperaawatan dengan caa meningkatkan pedidikan formal dan non formal

8. Supportif, korektif dan protektif terhadap mental, fisik, sosiokultural dan spiritual.
Variable eksternal dari factor ini adalah fisik, keamanan, keselamatan dan lingkungan. Variabel internal meliputi mental, spiritual dan aktivitas cultural. Perawat harus mampu memberikan support, proteksi dan koreksi terhadap variable tersebut.

9. Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan dasar manusia menurut Watson terdiri dari :
1) Survival needs (biophisycal needs)
2) Fungsional needs (Psychophisical needs)
3) Integratif needs (Psychososial needs)
4) Growth-seeking needs (intrapersonal-interpersonal needs)

10. Dikembangkan factor eksternal phenomenological
Yaitu studi tentang keberadaan manusia dengan menggunakan analisis phenomenological. Bagi perawat factor ini membantu menerima dan menengahi ketidaksesuaian pandangan seseorang secara holistic ketika saat yang bersamaan ditugaskan memenuhi kebutuhan secara hirarkikal. Gabungan dari factor ini adalah ilmu keperawatan yang membantu perawat memahami pengertian seseorang dalam menemukan hidupnya dan memahami seseorang dalam mengartikan setiap kejadian.
Contoh kasus( Fraktur)
FRAKTUR
Definisi
Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka atau tertutup.

Ada 5 utama klasifikasi fraktur:
1. Fraktur Complete : Pemisahan komplit menjadi 2 fragmen
2. Fraktur incomplete : Patah sebagian tanpa pemisahan
3. Fraktur closed : Patah tulang, kulit masih utuh.
4. Fraktur komlikata : Patah terlihat menusuk kulit
5. Fraktur commuited : Tulang patah menjadi hancur

b. Etiologi
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas
2. Pathologis misalnya tumor
3. Obat-obatan misalnya streroid.

c. Patofisiologi
Tulang dipegang secara relatif kuat pada posisi anatomis yang normal oleh bentuknya, penonjolan dan prosesusnya seta ligament dan tendonnya yang kuat memegang ke persendian. Otot – otot yang mengelilingi tulang sepanjang batangnya juga menciptakan perlindungan. Tetapi jika suatu daya yang kekuatannya lebih superior dari pada tulang, otot, tendon atau ligament diterapkan secara langsung maupun tidak langsung, maka daya tersebut akan menyebabkan jaringan melawan atau menentangnya dan tulang akan patah jika mampu melawan kekuatan.
Tulang yang mengalami fraktur tidak dapat lagi memelihara panjangnya yang normal kecuali kedua pragmennya bertubrukan satu sama lain. Biasanya terjadi pemendekan, kontraksi otot dan spasme sebagai respon terhadap stimulus dari trauma tersebut.
FRAKTUR RADIUS
Fraktur menurut E. Oswari (1989) adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang dapat terjadi dalam keadaan normal dan patologis, pada anak-anak tulang lebih lentur karena proses kalsipikasi, sebaliknya pada orang dewasa terutama pada wanita menopause tulang lebih lemah karena proses penuaan.

Sedangkan menurut Petrus Adrianto (1983), fraktur adalah bila tulang hidup normal mendapat kekerasan yang cukup menyebabkan patah, maka pasti menimbulkan kerusakan yang hebat pada struktur jaringan lunak yang mengelilinginya.
Menurut Purnawan Junaidi, et al (Kapita Selekta Kedokteran, 1982) fraktur radius terbagi:

1. Fraktur colles
Tanda-tanda:
a. Fraktur radisu 1/3 distal dengan jarak kurang lebih 2, 5 cm dari permukaaan radisu .
b. Dislokasi pragmen distalnya kearah poterior / dorsal.
c. Avulasi prosessus stiloideus ullna.
d. Subluksasi radioulnar distal.

Secara klinik bentuk permukaan tangan seperti garpu makan, mekanisme terjadinya fraktur colles yakni penderita jatuh dalam tangan terbuka, tubuh berserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbaka yang terviksir ditanah berputar keluar (eksorotasi / supinasi), biasanya pada orang tua fraktur sering bersifat kominitif.
Reposisi mudah , yang sulit mempertahankan kedudukan yang telah tereposisi, imobilisasi dengan gifs di atas siku, siku flexi 90 derajat, lengan bawah prorasi maximal , pergelangan tangan dalam kedudukan devinasi ulnar dan semi flexi. Mutlak dilakukan pengecekan terhadap kedudukan karena mudah terjadi redislokasi oleh tarikan otot-otot.

Proses penyembuhan fraktur:
1. Hematom Formation
Darah menumpuk dan mengerutkan ujung tulang patah.
2. Pembentukan Fibrin
Hematom terorganisir karena fibrolus masuk lokasi cedera membentuk gumpalan fibrin, berdinding sel darah putih.
3. Inflasi Osteoblast
Osteoblast masuk fibrolis mempertahankan sambungan tulang pembuluh darah mengalirkan nutrisi ----- kolagen ------ satu kalsium.
4. Callus Formation
- Osteobalst …jala….tulang ….. Tulang mati dan membantu sintesa tulang baru.
- Collagen kuat dan menyatukan kalsium.
5. Remodelling
Callus yang berlebihan diabsobsi dan tulang pada garis cidera.

Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan fraktur:
1. Usia
2. Penyakit yang pernah diderita (DM, hipertensi, dsb).
3. Stress
4. Mobilisasi atau imobilisasi
5. Penghambat callus, penyebab callus remuk, edema, infeksi, gizi kurang, tindakan koreksi (bedah).
Komplikasi – komplikasi fraktur:
a. Syock
Syock hypovolemik atau traumatik yang terjadi karena hemoragi dan hilangnya cairan ekstra celluler ke dalam jaringan yang rusak.
b. Embolisme lemak.
Globulin lemak dalam jumlah besar dapat bergerak menuju darah karena tekanan pada sum-sum lebih besar dari pada tekanan pada kapiler atau kenaikan katekolamin karena stress klien dapat menyebabkan mobilisasi asam lemak terbentuk dalam darah berkombinasi dengan platetet akan membentuk emboli, yang dapat menyumbat pembuluh darah yang mensuplai keotak.
c. Syndrom Kompartemen.
Kontraktur ischimia volkman terjadi karena kompresi atau kerusakan pada arteri brachiale.
d. Nekrosis Tulang
Kehilangan suplai darah dan jaringan tulang mati.
Tanda dan gejala:
- Kelainan setempat
- Edema atau adanya masa
- Jaringan distal terletak pada posisi atau sudut yang abnormal
- Pembatasan penggunaan bagian tersebut
- Crepitasi
- Nyeri atau melunaknya bagian tersebut
- Kelemahan atau ketidakmampuan menggunakan bagian tersebut secara normal.
- Kulit di atas bagian terinjuri terbuka atau utuh
- Hasil roentgen menanpakkan trauma atau kepatahan pada tulang.

e. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
- Reduksi fraktur terbuka atau tertutup dengan fiksasi internal pada fragmen fraktur seperti Pin, nail screw, staples dan plate wire.
- Artroplasti sendi atau penggunaan total
- Pemasangan Brache (alat penyokong / pelurus), traksi, bebat, atau sling.
2. Kemoterapiutik
Analgetik, narkotik, sedatif, antibiotik, relaksan otot.
3. Suportif
- Pemberian kompres es
- Tirah baring dalam posisi khusus
- Diet TKTP, aktivitas, istirahat, pembatasan mobilitas.
- Terapi fisik atau physiotherapy


KONSEP PROSES ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OPEN FRAKTUR 1/3 DISTAL RADIUS DEXSTRA.
Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang dinamis selama upaya memperbaiki atau memelihara klien sampai bertaraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal atau membantu kebutuhan klien.
Proses perawatan adalah cara yang teratur dan sistematis dan menentukan masalah serta memenuhi kebutuhan klien.


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan di mana suatu data dan informasi dikumpulkan untuk menentukan masalah kesehatan atau keperawatan baik aktual ataupun potensial.
Pada langkah ini data yang diperlukan pada klien tersebut adalah:

a. Identitas klien meliputi, Nama, umur, pekerjaan, agama, alamat, pendidikan terakhir, No. Register dan diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab meliputi; Nama, umur, pekerjaan, agama, alamat dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat penyakit.
1) Keluhan utama: Biasanya klien mengalami fraktur terbuka atau tertutup akan mengeluh rasa nyeri atau sakit terlebih saat digerakkan.
2) Riwayat penyakit sekarang; biasanya klien mengalami suatu trauma seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh terpukul dan sebagainya di samping itu perlu ditanyakan beberapa lama sudah terjadi.
3) Riwayat penyakit dahulu; ditanya penyakit penyerta dan kondisi yang memberatkan seperti: DM, jantung, hipertensi, kerapuhan tulang dan sebagainya.
4) Riwayat penyakit keluarga: hal ini tidak terlalu berhubungan dengan keadaan klien yang, mengalami fraktur.
5) Pengkajian fisik.
- Inspeksi: Meliputi data tingkat kesadaran klien, keadaan umum, dan pada daerah yang terinjuri atau mengalami fraktur misalnya odema, adanya peradangan, luka, sianosis dan apakah terdapat dislokasi dan klien tampak gelisah.
- Palpasi: untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh, turgor kulit dan pembengkakan pada ekstremitas yang mengalami fraktur apakah ada terdapat rasa nyeri.
- Auskultasi: untuk mendengarkan peristaltik pada abdomen, bunyi pernafasan dan bunyi jantung.
- Prosedur diagnostik: Pada pemeriksaan laboratorium yang perlu dikaji adalah darah lengkap (Hb, leukosit, eritrosit, Led, dll).
- Perkusi: untuk mengetahui bunyi tympani apabila terdapat kembung pada abdomen.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan kesimpulan yang dibuat oleh perawat berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai respon klien terhadap penyakitnya, baik perawatan yang aktual maupun potensial. Pada klien yang mengalami fraktur terbuka atau tertutup pada radius atau ulna adalah dilakukan immobilisasi, maka diagnosa yang ditegakkan adalah sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan adanya fraktur terbuka pada radius dextra.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan peradangan.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang prosedur dan tindakan operasi.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
e. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan tirah baring.
3. Rencana perawatan
Dalam memenuhi kebutuhan klien perawat perlu memikirkan cara pemenuhan kebutuhan klien tersebut sehingga dalam pemenuhan ini perawat hendaknya merencanakan tindakan yang ingin dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan klien. Adapun rencana perawatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Pre Op:
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur terbuka pada radius dextra.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi : - Observasi type nyeri
- Beri posisi yang nyaman
- Beri kompres es pada daerah fraktur
- Beri analgetik sesuai terapi
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri dan peradangan.
Tujuan : Pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan mobilitasnya.
Intervensi : - Dorong klien untuk melakukan latihan ROM aktif maupun pasif.
- Beri bantuan untuk pemenuhan gizi sehari-hari.
- Beri nutrisi yang adekuat.
- Libatkan keluarga klien dalam pemenuhan ADL.
c. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur dan tindakan operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien hilang atau berkurang.
Intervensi : - Observasi keadaan klien dan tingkat kecemasan
- Berikan penjelasan dan pengertian tentang proses penyembuhan klien
- Pertahankan lingkungan yang tenang.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Intervensi : - Rawat luka klien secara aseptik dan antiseptik.
- Observasi tanda-tanda infeksi
- Berikan obat antibiotik sesuai terap









KESIMPULAN

1. Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoriti ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya variabel individu, variabel organisasi dan psikologis. Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.

2. Untuk menjadi perawat yang profesional dan bermutu,perawat harus memiliki caring yang baik.Menurut Orlando ada lima konsep utama yang perlu diperhatikan untuk menjadi perawat yang profesional,yaitu: fungsi perawat profesional,mengenal perilaku pasien,respon internal atau kesegaraan,disiplin proses keperawatan serta kemajuan/peningkatan.







Daftar Rujukan:
www.google.co.id
penerapan-caring-pada-pasien-dengan.html
www.Mantri-suster.co.cc
askep-perilaku-caring-pada-pasien
Kemp & Pillitteri (1984) ,Fundamentals of Nursing, Boston :Little Brown&co
Kubler-Ross,E.,(1969) ,On Death and Dying, ,London: Tavistock Publication
Kircher & Callanan (2003),Near Death Experiences and DeathAwareness in the Terminally Ill,Connecticut :www.iands org
Kozier & Erb (1991),Fundamentals of Nursing,vol.II, 4th ed.,California : Addison-Wisley Publishing Co.
Legislature of the State Of Arizona,Medical treatment;Terminal Illness,HB 2001-432R-1 Ver,ALIS onlineNorthern Territory of Australia (1997),Right of the Terminally Ill Act
Pattison,Mansell (1977), The Experience of Dying, Englewood Cliffs:Prentice- Hall Inc.
www.growthhouse.org, Grief,anger and loss : Improving care of the Dying
________________________________________

caring, rian RSSM

CARING
PENDAHULUAN

Keperawatan sebagai pelayanan profesional, dalam aplikasinya harus dilandasi oleh dasar keilmuan keperawatan yang kokoh. Dengan demikian perawat harus mampu berfikir logis, dan kritis dalam menelaah dan mengidentifikasi fenomena respon manusia. Banyak bentuk-bentuk pengetahuan dan ketrampilan berfikir kritis harus dilakukan pada setiap situasi klien, antara lain dengan menggunakan model-model keperawatan dalam proses keperawatan dan tiap model dapat digunakan dalam praktek keperawatan sesuai dengan kebutuhan.

Pemilihan model keperawatan yang tepat dengan situasi klien yang spesifik, memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang variabel-variabel utama yang mempengaruhi situasi klien. Langkah-langkah yang harus dilakukan perawat dalam memilih model keperawatan yang tepat untuk kasus spesifik adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan informasi awal tentang fokus kesehatan klien, umur, pola hidup dan aktifitas sehari-hari untuk mengidentifikasi dan memahami keunikan klien.
2. Mempertimbangkan model keperawatan yang tepat dengan menganalisa asumsi yang melandasi, definisi konsep dan hubungan antar konsep.

Dari beberapa model konsep, salah satu diantaranya adalah model “self care” yang diperkenalkan oleh Dorothea E. Orem. Orem mengembangkan model konsep keperawatan ini pada awal tahun 1971 dimana dia mempublikasikannya dengan judul “Nursing Conceps of Practice Self Care”. Model ini pada awalnya berfokus pada individu kemudian edisi kedua tahun 1980 dikembangkan pada multiperson’s units (keluarga, kelompok dan komunitas) dan pada edisi ketiga sebagai lanjutan dari tiga hubungan konstruksi teori yang meliputi : teori self care, teori self care deficit dan teori nursing system.



II. LANDASAN KONSEP MODEL / TEORI KEPERAWATAN “SELF CARE”

A. Pengertian

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem’s adalah : “Suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit” (Orem’s 1980). Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

B. Keyakinan dan nilai-nilai

1. Keyakinan Orem’s tentang empat konsep utama keperawatan adalah :

a. Klien
Individu atau kelompok yang tidak mampu secara terusmenerus mempertahankan self care untuk hidup dan sehat, pemulihan dari sakit/trauma atau coping dan efeknya.

b. Sehat
Kemampuan individu atau kelompok memenuhi tuntutan
self care yang berperan untuk mempertahankan dan
meningkatkan integritas struktural fungsi dan
perkembangan.

c. Lingkungan
Tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan keperluan self care dan perawat termasuk di dalamnya tetapi tidak spesifik.

d. Keperawatan
Pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan yang dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam mempertahankan seft care yang mencakup integrias struktural, fungsi dan perkembangan.

Berdasarkan keyakinan empat konsep utama diatas, Orem’s
mengembangkan konsep modelnya hingga dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan.


2. Tiga kategori self care

Model Orem’s, meyebutkan ada beberapa kebutuhan self care atau yang disebutkan sebagai keperluan self care (sefl care requisite), yaitu :

a. Universal self care requisite :

Keperluan self care universal ada pada setiap manusia dan berkaitan dengan fungsi kemanusian dan proses kehidupan, biasanya mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Universal self care requisite yang dimaksudkan adalah :
- Pemeliharaan kecukupan intake udara
- Pemeliharaan kecukupan intake cairan
- Pemeliharaan kecukupan intake makanan
- Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
- Pemeliharaan keseimbangan antara solitut dan interaksi sosial
- Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi kemanusiaan dan
kesejahteraan manusia.
- Persediaan asuhan yang berkaitan dengan proses-proses eleminasi dan
exrement.
- Meningkatkan fungsi human fungtioning dan perkembangan kedalam
kelompok sosial sesuai dengan potensi seseorang, keterbatasan seseorang
dan keinginan seseorang untuk menjadi normal.




b. Developmental self care requisite :
terjadi berhubungan dengan tingkat perkembangan individu dan lingkungan dimana tempat mereka tinggal, yang berkaitan dengan perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan.

c. Health Deviation self care requisite :
timbul karena kesehatan yang tidak sehat dan merupakan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau ketidakmampuan yang menginginkan perubahan dalam perilaku self care.

Orem’s mendiskripsikan dua kategori dibawah ini sebagai keperluan self care
(self care requisites), dan ini timbul dari pengaruh peristiwa-peristiwa pada keperluan
universal self care antara lain : Sewaktu ada keinginan untuk mengasuh dirinya
sendiri dan seseorang itu mampu untuk menemukan keinginannya, maka self care
itu dimungkinkan. Tetapi bila keinginan itu lebih besar dari kapasitas individual atau
kemampuan untuk menemukannya, terjadilah ketidak seimbangan dan ini dikatakan
sebagai self care deficit.


C. Tujuan

Tujuan keperawatan pada model Orem’s secara umum adalah :

1. Menurunkan tuntutan self care kepada tingkat dimana klien dapat
memenuhinya, ini berarti menghilangkan self care deficit.

2. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan
self care.

3. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk memberikan
asuhan depenent (dependent care) jika self care tidak memungkinkan, oleh karenanya self care deficit apapun dihilangkan.


4. Jika ketiganya diatas tidak ada yang tercapai, perawat secara langsung dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan self care klien.

Tujuan kepewatan pada model Orem’s yang diterapkan kedalam praktek keperawatan keluarga /komunitas adalah :

1. Menolong klien dalam hal ini keluarga untuk keperawatan mandiri secara therapeutik.
2. Menolong klien bergerak kearah tindakan-tindakan asuhan mandiri
3. Membantu anggota keluarga untuk merawat anggota keluarganya yang
mengalami gangguan secara kompeten.

Dengan demikian maka fokus asuhan keperawatan pada Model Orem’s yang diterapkan pada praktek keperawatan keluarga / komunitas adalah :
a. Aspek Interpersonal : Hubungan didalam keluarga
b. Aspek Sosial : Hubungan keluarga dengan masyarakat di
sekitarnya.
c. Aspek Prosedural : Melatih ketrampilan dasar keluarga sehingga
mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi.
d. Aspek Tehnis : Mengajarkan kepada keluarga tentang tehnik
dasar yang dilakukan dirumah, misalnya melakukan tindakan kompres secara benar.

D. Pengetahuan dan Ketrampilan untuk Praktek

Perawat menolong klien untuk menemukan kebutuhan self care dengan menggunakan tiga kategori dalam system keperawatan dan melalui lima metode bantuan.

1. Kategoi Bantuan :

a. Wholly Compensatory : Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk
klien yang tidak mampu mengontrol dan
memantau lingkungannya dan tidak berespon
terhadap rangsangan.
b. Partially Compensatory : Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang
mengalami keterbatasan gerak karena sakit atau
kecelakaan.
c. Supportive Education : Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang
memerlukannya untuk dipelajari, agar mampu
melakukan perawatan mandiri.

2. Metode Bantuan

Perawat membantu klien dengan menggunakan sistem dan melalui lima metode
bantuan yang meliputi :

a. Acting atau melakukan sesuatu untuk klien
b. Mengajarkan klien
c. mengarahkan klien
d. Mensupport klien
e. Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan berkembang.

Untuk melaksanakan hal tersebut, lima area utama untuk praktek
keperawatan di diskripsikan sebagai berikut :
a. Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat – klien dengan individu, keluarga atau kelompok sampai klien dapat diizinkan pulang dari perawatan.
b. Menetapkan jika dan bagaimana klien dapat dibantu melalui perawatan.
c. Merespon keperluan klien, keinginannya dan kebutuhannya untuk kontak
dengan perawat dan asisten.
d. Mengkoordinasikan dan mengintegrasikan keperawatan dan kehidupan
sehari-hari klien, pelayanan kesehatan yang dibutuhkan atau diterima, atau pelayanan sosial dan penyuluhan yang dibutuhkan atau yang diterima. (Konsep model “Self Care Theory” « RANGKANG “SYEH”.htm)

Model adalah contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang fenomena, menggambarkan teori dari skema konseptual melalui penggunaan symbol dan diafragma.
Konsep adalah suatu keyakinan yang kompleks terhadap suatu obyek, benda, suatu peristiwa atau fenomena berdasarkan pengalaman dan persepsi seseorang berupa ide, pandangan atau keyakinan.
Kumpulan beberapa konsep ke dalam suatu kerangka yang dapat dipahami membentuk suatu model atau kerangka konsep. Konsep dapat dianalogikan sebagai batu bata dan papan untuk membangun sebuah rumah dimana rumah yang dibangun diibaratkan sebagai kerangka konsep.
Jenis konsep :
1. Empirical concept : observable concept : konsep yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, misalnya meja, kursi
2. Inferential concept : non observable concept : konsep yang sulit diamati dalam kehidupan sehari-hari, contoh tekanan darah
3. Abstract concept
Model konsep adalah rangkaian konstruksi yang sangat abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas fenomena-fenomena, mengekspresikan asumsi dan mencerminkan masalah
Model konsep keperawatan berfungsi untuk :
1. Mengklarifikasi ide/pola pikir tentang keperawatan dan kaitannya dengan praktek keperawatan
2. Meningkatkan pola pikir kreatif perawat untuk membantu mengembangkan profesi
3. Memberi arahan bagi pelayanan klien
4. Memberi corak/warna pada pelayanan yang diberikan

TEORI KEPERAWATAN
Teori adalah hubungan beberapa konsep atau suatu kerangka konsep atau definisi yang memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-gejala atau fenomena –fenomena dengan menentukan hubungan spesifik antara konsep tersebut dengan maksud untuk menguraikan, menerangkan, meramalkan dan atau mengendalikan suatu fenomena. Teori dapat diuji, diubah atau digunakan sebagai suatu pedoman dalam penelitian. Teori dapat dikembangkan melalui dua metode dasar, yaitu metode induktif dan metode deduktif.
Jenis teori :
1. Scientific theory : merupakan metode yang valid dan reliabel, diuji berulang kali melalui riset, generalisasi empiris
2. Substantive theory : menjelaskan fenomena penting suatu disiplin ilmu, dikembangkan oleh disiplin ilmu lain, beberapa pernyataan telah diuji
3. Tentative theory, baru diusulkan, sedikit atau belum diuji coba, belum banyak dikritik oleh disiplin ilmu tersebut
Teori Keperawatan
Teori keperawatan didefinisikan oleh Stevens (1981) sebagai usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai fenomena dalam keperawatan. Teori keperawatan berperan dalam membedakan keperawatan dengan disiplin ilmu lainnya dan bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan memperkirakan dan mengontrol hasil asuhan keperawatan yang dilakukan.
Karakteristik dasar teori keperawatan
Torrest (1985) dan Chinn & Jacob (1983) menegaskan terdapat lima karakteristik dasar teori keperawatan :
1. Teori keperawatan mengidentifikasikan dan mendefinisikan sebagai hubungan yang spesifik dari konsep-konsep keperawatan seperti hubungan antara konsep manusia, konsep sehat-sakit, konsep lingkungan dan keperawatan
2. Teori keperawatan bersifat ilmiah, artinya teori keperawatan digunakan dengan alasan atau rasional yang jelas dan dikembangkan dengan menggunakan cara berpikir yang logis
3. Teori keperawatan bersifat sederhana dan umum, artinya teori keperawatan dapat digunakan pada masalah sederhana maupun masalah kesehatan yang kompleks sesuai dengan situasi praktek keperawatan
4. Teori keperawatan berperan dalam memperkaya body of knowledge keperawatan yang dilakukan melalui penelitian
5. Teori keperawatan menjadi pedoman dan berperan dalam memperbaiki kualitas praktek keperawatan


Perkembangan teori keperawatan :
Tahun Nama Penekanan
1952 Hildergerad E. Peplau Proses interpersonal merupakan dorongan pendewasaan kepribadian
1960 Faye G. Abdellah Masalah pasien menentukan perawatan yang dibutuhkan
1961 Ida Jean Orlando Proses interpersonal menghilangkan distress
1964 Ernestine Weidenbach Proses pemberian bantuan untuk memenuhi kebutuhan dengan menggunakan seni perawatan individu
1966 Lydia E. Hall Asuhan keperawatan sebagai pengarahan orang untuk dapat mencintai diri sendiri
1967 Joyce Travelbee Pemahaman tentang arti sakit menentukan bagaimana orang merespon
1970 Martha E. Rogers Manusia-lingkungan merupakan medan energi yang menghasilkan kondisi negentropi
1971 Dorothea E. Orem Perawatan diri mempertahankan keseluruhan/ keutuhan
Imogine M. King Transaksi memberikan kerangka untuk mencapai tujuan
Tahun Nama Penekanan
1974 Sister Calista Roy Hubungan stimulus dengan system adaptif
1976 Josephine G. Paterson Keperawatan merupakan pengalaman dalam mempedulikan orang/nurthuring
1978 Madeline M. Leininger Caring bersifat universal dan bervariasi secara budaya
1979 Jean Watson Caring sebagai moral ideal : akal, pikiran, jia terkait satu sama lain
Margaret A. Newman Penyakit sebagai bukti bagi pola hidup yang belum terjadi
1980 Dorothy E. Johnson Subsistem berada pada stabilitas yang dinamis
1981 Rosemarie Rizzo Parse Manusia dan lingkungan sehat yang konkrit
(MODEL DAN KONSEP KEPERAWATAN « AKPER PEMKOT TEGAL.htm)










CONTOH KASUS

Ny. M. (48 tahun ), TB : 160 cm, BB : 70 Kg. Menikah selama 25 tahun dan janda sejak 6 bulan yang lalu. Ia seorang perokok, sehari menghabiskan 1 ½ bungkus, Ny. M dan suaminya menikmati aktifitas sosial seperti main bridge dan koleksi barang-barang antik. Sejak suaminya meningal ia tidak lagi melakukan aktifitas karena kurangnya keinginan / minat. Akhir-akhir ini dia tidak melakukan latihan secara teratur dan makan makanan fast food selama jam kerjanya dan bekerja 12 jam / hari serta makan hingga larut malam sebelum waktu istirahat.Ibu Ny. M meninggal karena stroke dan bapaknya meninggal karena serangan jantung saat usianya 50 tahun.

Hasil pemeriksaan tahunnya yang dilakukan dua minggu lalu :
Tanda – tanda vital : TD : 138/86 mm Hg, N : 92 x / mnt, P : 30 x/ mnt, Suhu : 98.40 F. Laboratorium : cholesterol dalam darah 280 mg/dl.
Dokter menganjurkan : untuk menurunkan berat badan sekitar 20 kg, tetapi mengingat bahwa dia memiliki pengetahuan yang tidak adekuat tentang dasar-dasar nutrisi dan tidak mempunyai motivasi untuk menurunkan berat badan, dia diramalkan kemungkinan menderita serangan jantung.

Pengkajian (Assessment) : Perawat mengumpulkan data meliputi 6 area, yaitu:
1. Status kesehatan perseorangan.
2. Pandangan dokter terhadap kesehatan individu
3. Pandangan individu terhadap kesehatan dirinya.
4. Tujuan kesehatan dalam konteks riwayat kehidupan, gaya hidup dan statuskesehatan.
5. Memenuhi syarat personal untuk self care.
6. Kapasitas individu untuk melakukan self care.

Pengumpulan data meliputi pengetahuan individual, ketrampilan, motivasi dan orientasi. Dalam tahap ini perlu mencari jawaban terhadap pertanyaan di bawah ini :
1. Terapi apakah yang dibutuhkan untuk perawatan saat ini dan yang akan datang.
2. Apakah klien mempunyai kekurangan dalam memenuhi self care.

3. Jika ada, apa alasan dan latar belakang terjadinya kekurangan untuk self care.
4. Haruskah klien ditolong supaya tidak melakukan self care atau melindungi dengan segala kemampuan perkembangan self care untuk tujuan terapi.
5. Apakah yang menjadi potensial klien untuk melakukan self care dimasa yang akan datang.

A. Analisa Kasus
1. Personal faktor
Umur 48 tahun, perempuan, suku bangsa Italia, Janda, agama katolik, TB.160 Cm, BB : 70 Kg , pekerjaan staf pengajar di Universitas.
2. Kategori kebutuhan universal self care :
- Menampakkan tidak adekuatnya intake udara, air dan makanan., konsumsi jumlah kalori yang dibutuhkan, kolesterol 280 Mg / dl, makan sampai larut malam, banyak mengkonsumsi lemak.
- Ny. M. memperlihatkan ketidak seimbangan ativitas dan istirahat serta latihan, berkeja 12 jam / hari.
- Merokok 1 ½ bungkus perhari, mengkonsumsi makanan siap saji, penurunan interaksi sosial.
- Riwayat keluarga : Ibu Ny. M meninggal karena stroke, ayah meninggal karena serangan jantung pada usia 50 tahun.
- Ny. M kurang pengetahuan tentang faktor – faktor risiko dan gangguan fungsi kardiovaskuler.
3. Kategori Developmental Self Care :
- Tidak punya suami (widowed)
- Kurangnya aktivitas sosial
4. Kategori Health Deviation :
Risiko terjadi penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan kegemukan, perokok, peningkatan kolesterol, kurangnya latihan dan riwayat keluarga.
5. Masalah medis dan perencanaan :
Diagnosa obesitas dengan risiko untuk terjadi penyakit kardiovaskuler dan rendahnya motivasi untuk menurunkan berat badan. Anjuran Dokter : Memonitor kolesterol dan tanda-tanda vital, menurunkan intake kolesterol dan meningkatkan latihan.

6. Self care deficit :
Pengetahuan dasar dan gaya hidup Ny. M dapat meningkatkan risiko untuk serangan jantung atau stoke.

B. Proses Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan :
Risiko gangguan fungsi kardiovaskuler berhubungan dengan kurang pengetahuan klien yang dimanifestasikan dengan gaya hidup dan risiko serangan jantung atau stroke.
3. Rencana keperawatan :
- Tujuan :
Menurunkan risiko terjadinya gangguan kardiovaskuler.

- Design Nursing System :
Support – Education (Pendidikan Kesehatan)

- Metode Bantuan :
Memberikan pedoman, support, mengajarkan dan ketentuan pengembangan lingkungan.
3. Implementasi
Sepakati bersama untuk mencapai tujuan menurunkan kolesterol.
- Ny. M. mempunyai kemauan untuk memelihara diet makanan harian tiap 3 hari.
- Ny. M. mempunyai kemauan untuk mempelajari kolesterol dan pengaruhnya terhadap fungsi kasdiovaskuler.
- Ny. M. mempunyai kemauan untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam fast foods.
- Ny. M. mempunyai kemauan untuk mempelajari jenis makanan rendah kolesterol dan bagaimana menurunkan kadar kolesterol.
- Menganalisa bersama makanan sehari-hari dan bagaimana mengkonsumsikannya.
- Menentukan bersama menu makanan.




4. Evaluasi
- Apakah Ny. M mengeti tentang gaya hidupnya dan risiko terjadinya serangan jantung atau stroke?
- Apakah Ny. M. telah memilih jenis makanan rendah kolesterol.
- Apakah kadar kolesterol Ny. M. sudah turun (normal).
- Apakah Ny. M. mengalami penurunan self care dificit.
- Apakah support educative system efektif dalam meningkatkan self care
pada Ny. M.

( Dikutip dari Makalah Hajjul Kamil,M.Kep,dkk)






















III. KESIMPULAN
Dengan mempelajari model konsep / teori keperawatan sebagaimana disampaikan dimuka maka dapat disimpulkan betapa perawat harus memahami apa yang harus dilakukan secara tepat dan akurat sehingga klien dapat memperoleh haknya secara tepat dan benar. Asuhan keperawatan dengan pemilihan model konsep / teori keperawatan yang sesuai dengan karakteristik klien dapat memberikan asuhan keperawatan yang relevan.

Model konsep / teori keperawatan self care mempunyai makna bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk memperolehnya sendiri kecuali jika tidak mampu. Dengan demikian perawat mengakui potensi pasien untuk berpartisipasi merawat dirinya sendiri pada tingkat kemampuannya dan perawatan dapat menentukan tingkat bantuan yang akan diberikan.

Untuk dapat menerapkan model konsep / teori keperawatan ini diperlukan suatu pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam terhadap teori keperawatan sehingga diperoleh kemampuan tehnikal dan sikap yang terapeutik.











Daftar Rujukan
www.google.com
Dikutip dari Makalah Hajjul Kamil,M.Kep,dkk
MODEL DAN KONSEP KEPERAWATAN « AKPER PEMKOT TEGAL.
Copel, Linda Carman. (2007).
Kesehatan Jiwa & Pskiatri. Jakarta : EGC.
Mulyana, Dedi. (2007). Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Kozier, Barbara. Et all. (2007). Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC.
Chase, S. (1994). Clinical Judgement by critical care nurse: An ethnographic study. In R. M. Carroll-Johnson 7 Pacquette (Eds), Classification of nursing diagnosis: Proceedingof the ninth conference, North American Nursing Diagnosis Association (pp. 367-368). Philadelphia: J.B. Lippincott.

aktulisasi diri 001. RSSM

AKTUALISASI DIRI

BAB I
TEORI ABRAHAM MASLOW TENTANG AKTULISASI DIRI

Pendahuluan
Dari hasil survey Indonesian Happiness Index 2007 oleh Frontier Consulting
Group diketahui bahwa kaum profesional mengaku sebagai orang paling bahagia.
Disusul oleh middle management, tentara dan pegawai tingkat staf. Anehnya,
jajaran top management yang selama ini di-identik-kan sebagai kaum the haves
justru menduduki tingkat paling rendah atau paling tidak bahagia, Mereka
tidak mendapatkan apa yang dicari, yaitu mungkin aktualisasi diri. Berbeda
dengan pekerja di tingkat staf yang kebutuhannya di tingkat life and
belongings. Ketika para staf bertemu dengan teman akrab dan bersosialisasi
maka sudah cukup sebagai ajang dari aktualisasi diri. Serta mengapa sebuah
situs jejaring sosial, Milist-milis begitu banyak yang menyukainya karena
keduanya menyentuh kebutuhan manusia untuk Aktualiasasi diri.

Aktualisasi diri adalah sebuah keadaan dimana seorang manusia telah merasa
menjadi dirinya sendiri, ia mengerjakan sesuatu yang disukainya dan ia
mengerjakannya dengan gembira, dengan hati yang bernyanyi. Ia tidak lagi
menempatkan keberhasilan dari pekerjaannya kepada ukuran yang biasanya
berlaku, yakni penghasilan yang diperoleh dari hasil sebuah kerja. Ukurannya
menjadi berubah sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dianut dan difahami
oleh dirinya.ktualisasi diri juga dapat diartikan bagaimana kita
mengembangkan kekuatan diri kita sendiri. Dan untuk mempraktekkan
aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan kekayaan mental (kepercayaan diri,
disiplin, tanggung jawab, dan integritas), karena dengan ini semua maka kita
tahu mengenai kelebihan kita dan mampu mencapai apa yang
diinginkan.Simpelnya Maslow bilang, proses aktualisasi diri adalah
perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang
terpendam. Istilah lainnya ‘menjadi manusiawi secara penuh’

Teori Kebutuhan Maslow, termasuk konsep aktualisasi diri yang ia definisikan
sebagai keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau “keinginan untuk
menjadi apapun yang seseorang mampu untuk mencapainya.”. Aktualisasi diri
ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas, keterbukaan,
hubungan dengan orang lain yang relatif dekat dan demokratis, kreativitas,
humoris, dan mandiri―pada dasarnya, memiliki kesehatan mental yang bagus
atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk
aktualisasi diri pada puncak hierarki kebutuhannya, hal ini berarti bahwa
pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan
seluruh kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini di akui
oleh Maslow, yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang
dewasa yang mencapai aktualisasi diri.

Aktualisasi diri adalah tahap pencapaian oleh seorang manusia terhadap apa
yang mulai disadarinya ada dalam dirinya. Ia mulai mencari tahu untuk apa
dirinya diciptakan dan dikirimkan Tuhan YME ke muka bumi ini. Semua manusia
akan mengalami fasa itu, hanya saja sebagian dari manusia terkena jebakan
pada nilai-nilai atau ukuran-ukuran pencapaian dari tiap tahapan yang
dikemukakan Maslow. Kalau saja seorang manusia bisa cepat melampaui tiap
tahapan itu dan segera mencapai tahapan terakhir, tahap aktualisasi diri,
maka ia punya kesempatan untuk mencari tahu siapa dirinya sebenarnya. Apa
misi yang harus dilaksanakannya dalam kehidupannya di muka bumi, untuk apa
ia diciptakan.

Ahli jiwa termashur Abraham Maslow, dalam bukunya Hierarchy of Needs
menggunakan istilah aktualisasi diri (self-actualization) sebagai kebutuhan
dan pencapaian tertinggi seorang manusia. Maslow menemukan bahwa, tanpa
memandang suku atau asal-usul seseorang, setiap manusia mengalami
tahap-tahap peningkatan kebutuhan atau pencapaian dalam kehidupannya.
Kebutuhan tersebut meliputi:

* Kebutuhan fisiologis (Physiological), meliputi kebutuhan akan pangan,
pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan biologis,

* Kebutuhan keamanan dan keselamatan (Safety), meliputi kebutuhan akan
keamanan kerja, kemerdekaan dari rasa takut ataupun tekanan, keamanan dari
kejadian atau lingkungan yang mengancam,

* Kebutuhan rasa memiliki, sosial dan kasih sayang (Social), meliputi
kebutuhan akan persahabatan, berkeluarga, berkelompok, interaksi dan kasih
sayang,,

* Kebutuhan akan penghargaan (Esteem), meliputi kebutuhan akan harga diri,
status, prestise, respek dan penghargaan dari pihak lain,

* Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization), meliputi kebutuhan untuk
memenuhi keberadaan diri (self fulfillment) melalui memaksimumkan penggunaan
kemampuan dan potensi diri.

Terlihat bahwa kebutuhan manusia berdasarkan pada urutan prioritas, dimulai
dari kebutuhan dasar, yang banyak berkaitan dengan unsur biologis,
dilanjutkan dengan kebutuhan yang lebih tinggi, yang banyak berkaitan dengan
unsur kejiwaan, dan yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri tersebutlah
yang dimaksud dengan kebutuhan spiritual. Jika dan hanya jika seluruh
kebutuhan fisiologis dan kejiwaan seseorang tercapai, dia dapat mencapai
tahap perkembangan tertinggi yaitu, aktualisasi diri. Maslow mendefinisikan
aktualisasi diri sebagai sebuah tahapan spiritualitas seseorang, di mana
seseorang berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, sukacita, kasih,
kedamaian, toleransi, kerendah-hatian, serta memiliki tujuan hidup yang
jelas, dan misi untuk membantu orang lain mencapai tahap kecerdasan
spiritual ini.

Orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya sangat memahami bahwa ada
eksistensi lain tinggal (indwelling) di dalam atau di luar keberadaannya
sendiri yang mengendalikan prilaku dan tindakkannya untuk melakukan sesuatu.
Inilah prilaku orang yang mengerti makna dan tujuan hidup. Hidup itu
eksistensi yang nyata. Pengalaman hidup tertinggi bagi seseorang adalah
ketika dia mampu mengaktualisasikan keberadaannya sebagai pribadi yang hidup
dan utuh. Tetapi, orang yang seperti ini hanya ditemui di dalam
pribadi-pribadi tertentu! Alasannya, tidak semua orang mengerti panggilan
hidup; tidak semua orang mengerti tanggungjawab; tidak semua orang memahami
pekerjaan-pekerjaan kekal; tidak semua orang mengerti apa artinya berguna;
dan tidak semua orang sanggup dikendalikan oleh pribadi di luar dirinya
sendiri.

Aktualisasi diri akan menjadikan seseorang mulai melihat kepada raga nya
sendiri atau apa apa yang melekat bersama tubuh. Raga manusia memiliki
banyak keterbatasan kemampuan. Keterbatasan itu adalah rahmat dari Tuhan YME
agar manusia tidak terjebak kepada mengusahakan sesuatu yang memang bukan
untuk itu ia diciptakan. Kalau coretan tangannya kaku dan tidak indah, maka
tentunya membuat lukisan atau kaligrafi adalah sesuatu yang jauh dari
dirinya.

Mempertanyakan tentang apa yang mengendalikan hidup Anda sama halnya dengan
mengatakan mengertikah Anda makna hidup! Apakah Anda pernah berpikir bahwa
hidup ini dipersonifikasikan seperti uap atau bunga rumput yang sebentar
saja kelihatan dan akan lenyap? Secara kronologis, produktifitas manusia
paling lama 70 tahun, jika kuat 80 tahun, mahkotanya adalah kesesakan dan
penderitaan.

Perlu dipahami bahwa aktualisasi diri erat kaitannya dengan kesadaran atau
awareness. Kesadaran untuk mengenali diri, memperbaiki diri, dan keinginan
untuk mengubah kondisi dan hidup ke arah yang lebih baik dari hari ke hari.
Tak peduli seberapa bagus dan sempurna kondisi anda kini, anda harus terus
memperbaiki dan mengaktualisasi diri anda. Karena aktualisasi diri adalah
tangga untuk mencapai puncak kesuksesan.Karena itu aktualisasi diri sangat
penting dan merupakan harga mati apabila anda ingin sukses. Tak heran jika
Abraham Maslow dalam teorinya tentang Piramida Kebutuhan menempatkan
aktualisasi diri di posisi puncak piramida. Dan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang paling utama.

Aktualisasi diri adalah bagaimana kita mengembangkan kekuatan diri kita
sendiri. Dan untuk mempraktekkan aktualisasi diri diperlukan kesehatan dan
kekayaan mental (kepercayaan diri, disiplin, tanggung jawab, dan
integritas), karena dengan ini semua maka kita tahu mengenai kelebihan kita
dan mampu mencapai apa yang diinginkan.















BAB II
Isi Perumusan Masalah


Pengertian Aktualisasi Diri
Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Istilah ini digunakan dalam berbagai teori psikologi, seperti oleh Kurt Goldstein, Abraham Maslow, dan Carl Rogers. Goldstein adalah ahli yang pertama melihat bahwa kebutuhan ini menjadi motivasi utama manusia, sementara kebutuhan lainnya hanyalah manifestasi dari kebutuhan tersebut. Namun yang membuat istilah ini lebih mengemuka adalah teori Maslow tentang hirarki kebutuhan, yang menganggapnya sebagai tingkatan tertinggi dari perkembangan psikologis yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi dan pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai dilakukan.

Kebutuhan akan aktualisasi diri
Maslow menandai bahwa kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya, atau hasrat dari individu untuk menyempurnakan dirinya melalui segenap potensi yang dimilikinya. Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri adalah merupakan kebutuhan manusia yang tertinggi dalam teori Maslow, kebutuhan ini akan muncul apabila kebutuhan-kebutuhan yang ada
di bawahnya telah terpuaskan dengan baik. Bentuk aktualisasi diri berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain.
Maslow mengakui bahwa untuk mencapai tahap aktualisasi diri tidaklah mudah, karena upaya ke arah itu banyak sekali hambatannya, hambatan itu berasal dari dalam individu itu sendiri antara lain ketidaktahuan, keraguan, dan rasa takut, hambatan yang kedua berasal dari luar diri individu atau dari masyarakat, dan hambatan yang terakhir atas upaya aktualisasi diri adalah pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh kebutuhan yang kuat akan rasa aman, seperti yang diketahui
proses menuju kematangan memerlukan kesediaan individu untuk mengambil resiko dan melepaskan kebiasaan yang tidak konstruktif, kesemuanya itu memerlukan keberanian. Individu atau seseorang yang kebutuhan akan rasa amannya terlalu kuat tentu akan takut untuk mengambil resiko-resiko, ketakutan itu akan mendorong individu untuk bergerak mundur menuju pemuasan kebutuhan akan rasa aman.

Dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktualisasi diri membutuhkan kondisi lingkungan yang menunjang juga adanya keberanian dan keterbukaan individu untuk menerima gagasan-gagasan baru dan pengalaman-pengalaman baru (E. Koeswara, 1986: 119-127).

Menurut konsep Hirarki Kebutuhan Individu Abraham Maslow (dalam Schultz, 1991), manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal dan dibawa sejak lahir. Kebutuhan ini tersusun dalam tingkatan-tingkatan dari yang terendah sampai tertinggi. Kebutuhan paling rendah dan paling kuat harus dipuaskan terlebih dahulu sebelum muncul kebutuhan tingkat selanjutnya. Kebutuhan paling tinggi dalam hirarki kebutuhan individu Abraham Maslow adalah Aktualisasi Diri.

Syarat mencapai aktulisasi diri
Jadi prasyarat untuk mencapai aktualisasi diri adalah memuaskan empat kebutuhan yang berada dalam tingkat yang lebih rendah:
1. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis
2. kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman
3. kebutuhan-kebutuhan akan memiliki dan cinta
4. kebutuhan-kebutuhan penghargaan.
Kebutuhan-kebutuhan ini harus sekurang-kurangnya sebagian dipuaskan dalam urutan ini, sebelum timbul kebutuhan akan aktualisasi diri.

Kebutuhan aktualisasi diri di atas nampaknya merupakan suatu kondisi puncak dari perkembangan individu. Pada awalnya maslow menyatakan bahwa orang-orang yang teraktualisasi diri hanya terdapat pada orang-orang berusia lanjut, cenderung dipandang sebagai suatu keadaan puncak atau keadaan akhir suatu tujuan jangka panjang, bukan sebagai suatu proses dinamis yang terus-menerus.
Namun Maslow juga menyatakan bahwa orang-orang muda tidak dapat mengaktualisasikan diri sepenuhnya, tetapi memiliki kemungkinan untuk memperlihatkan pertumbuhan baik ke arah aktualisasi diri.

Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri
Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.

2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.

3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.

4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.

6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.

7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.

8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.

9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.

10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.

11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.

12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.

13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.

14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.


15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.

16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.

17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.

18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.

19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.


Aplikasi Manajemen

Pada tingkat puncak hirarki kebutuhan ini, tidak banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana cara memotivasi individu pada level ini. Bagi orang-orang yang dikatakan telah mencapai kematangan psikologis ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai dan tindakan mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka. Bila pada level kebutuhan sebelumnya, individu biasa dimotivasi oleh kekurangan, orang yang matang ini terutama dimotivasi oleh kebutuhannya untuk mengembangkan serta mengaktualisasikan kemampuan-kemampuan dan kapasitas-kapasitasnya secara penuh. Bahkan menurut Maslow, istilah motivasi kurang tepat lagi untuk diterapkan pada kebanyakan orang yang berada di tahap aktualisasi diri. Mereka itu amat spontan, bersikap wajar, dan apa yang mereka lakukan adalah sekedar untuk mewujudkan diri; sekedar pemenuhan hidup sebagai manusia. Seperti kata Luijpen: Being man is having to be man.


PRO DAN KONTRA TEORI ABRAHAM MASLOW

Dari sekian banyak teori motivasional yang ada, mungkin teori Hirarki Kebutuhan Maslow yang paling luas dikenal. Teori ini mewariskan pesan bagi kita bahwa begitu orang melewati tingkat kebutuhan tertentu, ia tidak lagi terdorong oleh motivasi tingkat di bawahnya. Hal ini memberikan pengertian agar seorang manajer atau pemimpin atau motivator dalam organisasi hendaknya mengenal apa yang dibutuhkan oleh bawahannya. Kebutuhan seorang buruh produksi harian dengan karyawan staff manajerial tentu berbeda. Untuk memberikan motivasi yang dapat meningkatkan performa kepada keduanya, seorang motivator harus memberikan treatment yang berbeda sesuai dengan kebutuhan mereka. Bilamana seorang karyawan mempunyai gaji dan keamanan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa amannya, maka hal itu tidak lagi akan memberikan motivasi. Sama halnya kita tidak akan meresahkan kebutuhan bernapas, kecuali kita mempunyai masalah dalam organ pernapasan kita.


Hirarki Kebutuhan Maslow penting bagi kita karena membantu menjelaskan mengapa gaji tinggi, keuntungan yang baik, dan keamanan kerja tidak selamanya dapat memotivasi kinerja. Dengan menelaah apa yang menjadi kebutuhan karyawan dan memberikan pemuasan yang tepat sasaran, seorang motivator benar-benar telah mengelola motivasi. Mengelola motivasi berarti mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan untuk dilaksanakan, kapan dan bagaimana itu dilakukan, karena orang ingin melakukannya.

Hendaknya hirarki kebutuhan Maslow tidak dilihat secara kaku dan mutlak. Batas-batas antara tingkatan yang satu dengan yang lain tidak terlampau jelas dan lebih menunjukkan saling tumpang tindih. Tidak bisa dipastikan dengan kaku bahwa kebutuhan rasa aman hanya akan muncul setelah kebutuhan akan makanan terpuaskan sepenuhnya. Kebanyakan orang dalam masyarakat kita telah mampu memuaskan sebagian besar kebutuhan dasariah mereka kendati belum dalam arti sepenuh-penuhnya. Yang mau ditekankan adalah bahwa begitu suatu tingkat kebutuhan terpuaskan, maka kebutuhan tersebut tidak lagi akan memiliki pengaruh yang berarti pada motivasi.

Sebagaimana lumrahnya perkembangan suatu teori, tesis Maslow juga mengundang sejumlah antitesis. Itulah dinamika dan dialektika ilmu pengetahuan. Sejumlah kalangan melihat bahwa teori Maslow, kendati tampak sah bagi banyak orang, namun masih harus dibuktikan secara empiris. Dalam kenyataannya, sulit sekali untuk memisahkan dan mengukur kebutuhan itu. Urutan hirarki spesifik tidak sama bagi semua orang. Juga tidak ada penjelasan kapan suatu kebutuhan sudah cukup terpenuhi. Dan mungkin ada beberapa kebutuhan yang dominan dalam diri seseorang pada saat yang sama.

Manusia memang makhluk yang dinamis dan multidimensional. Semua teori ilmu pengetahuan tentang manusia mesti berhadapan dengan kenyataan itu. Dari kenyataan ini, orang melihat bahwa teori Maslow semestinya didukung lagi dengan bukti-bukti empiris yang lebih banyak. Hingga saat ini belum cukup bukti yang jelas yang menunjukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yang berbeda atau berada pada suatu hirarki. Sejumlah ahli menjadi ragu karena hasil penelitian-penelitian memberikan hasil yang berbeda; beberapa penelitian mendukung, sedangkan yang lainnya menolak. Wahba dan Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti riset.

Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas menunjukkan sejumlah keterbatasan yang lumrah pada suatu teori ilmiah. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow tidak sedikit untuk perkembangan psikologi organisasi. Bila ditinjau lebih khusus, evaluasi atau riset yang menghasilkan kesimpulan yang tidak mendukung teori bisa saja berangkat dari pemahaman yang tidak komprehensif atas teori dan jalan pikiran Maslow. Tidak jarang terjadi, dalam banyak kasus penelitian, teori yang baik gagal dibuktikan karena metode dan aplikasi riset yang buruk. Tidak adanya keberhasilan sering disebabkan oleh salah pengertian teori, atau penerapan buruk konsep motivasi yang baik.

Dalam buku Motivation and Personality, Maslow berkali-kali mengingatkan agar jangan sesekali memutlakkan kelima tingkat kebutuhan atau membedakannya secara tajam dan kaku. Kiranya Maslow sepenuhnya menyadari sejak awal bahwa berbicara tentang struktur kepribadian manusia yang dinamis tidak segampang membalikkan telapak tangan.

Untuk memahami, menerima, dan menerapkan teori yang hingga kini masih menggema ini, kita harus memahami sejumlah kualifikasi lanjutan agar konsep kita menjadi lebih komprehensif.

Pertama, mengingat teori Maslow merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia, maka ketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan budaya tertentu) tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampaui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula orang lain yang demikian terpukau oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi mereka.

Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam tesisnya menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Nyatanya, mungkin tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dapat mempengaruhi dirinya.

Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan tunggal. Setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan. Di lain sisi, dua kebutuhan yang sama tidak selalu akan menyebabkan timbulnya reaksi yang sama pada setiap individu. Umumnya dapat kita lihat bahwa individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut ketika pencapaian langsung terhadap suatu kebutuhan terhalangi.

Keempat, perlu disadari bahwa banyak di antara tujuan yang diupayakan oleh manusia merupakan tujuan-tujuan jauh dan berjangka panjang yang hanya dapat dicapai melalui suatu seri langkah dan sarana. Bila dalam jangka pendek seseorang tidak menampakkan minat pada tujuan tertentu belum tentu bahwa ia tidak membutuhkannya. Menyadari hal ini, lagi-lagi ditegaskan betapa besar misteri yang meliputi kepribadian manusia. Kata pemeo, dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati manusia sungguh tak dinyana. Barangkali misteri manusia in jugalah yang membatasi semua teori tentang manusia.

Seorang ilmuwan bernama Craig Pinder memberikan jalan tengah atas dua kubu pendapat yang pro-kontra sebagai berikut:
“Teori Maslow tetap sangat populer di kalangan para manajer dan mereka yang mempelajari perilaku organisasi kendati tidak banyak studi yang secara resmi dapat mengkonfirmasi atau menolaknya.... Ada kemungkinan bahwa dinamika yang terimplikasi pada teori Maslow tentang kebutuhan bersifat terlalu kompleks untuk diterapkan dan dikonfirmasi oleh riset ilmiah. Jika demikian halnya, maka kita tidak pernah mungkin mendeterminasi berapa valid teori tersebut -atau secara tepat- aspek mana sajakah dari teori tersebut bersifat valid, dan aspek mana yang tidak valid.”

Sekalipun tidak banyak riset yang secara jelas mendukung teori ini, kita tetap dapat menarik pelajaran berharga bagi para manajer. Khususnya dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang terpenuhi mungkin akan kehilangan potensi atau daya motivasionalnya. Oleh karena itu, sebagai implikasi atas teori ini, para manajer dianjurkan untuk memotivasi para karyawan mereka dengan jalan merancang program-program atau praktek-praktek yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang muncul atau kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi.










BAB III
Kesimpulan

1. Salah satu teori kebuthan manusia paing banyak mendapatkan sambutan positif di bidang manajemen dan sumber daya manusia adalah teori heararki kebutuhan di kemukakan oleh Abraham H. Maslow
2. Setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun heararki dari tingkat paling mendasar pada tingkatan paling tinggi.
3. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi ,potensi psikologis yang unik.
4. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.













Daftar pustaka
1. www.google.co.id
.
2. http:// aktualisasi-teori-motivasi-abraham.htm

3. Http://erwin-arianto.blogspot.com

4. Blog.aktualisasi-diri-2009.htm

Referensi
1. ^ a b Maslow's Hierarchy of Needs ^ A b Maslow Hirarki Kebutuhan
2. ^ AH Maslow, A Theory of Human Motivation , Psychological Review 50(4) (1943):370-96. ^ AH Maslow, A Theory of Human Motivation, Psychological Review 50 (4) (1943) :370-96.
3. ^ Maslow, Abraham (1954). Motivation and Personality . ^ Maslow, Abraham (1954). Motivation and Personality. New York: Harper. New York: Harper. pp. 236. hal. 236.
4. ^ Motivation and Personality, Third Edition, Harper and Row Publishers ^ Motivation and Personality, Third Edition, Harper and Row Publishers
5. ^ Bob F. Steere (1988). Becoming an effective classroom manager: a resource for teachers . ^ Bob F. Steere (1988). Menjadi manajer kelas yang efektif: sebuah sumber daya bagi para guru. SUNY Press. ISBN 0887066208 , 9780887066207 . http://books.google.es/books?id=S2cwd56VvOMC&pg=PA21&dq=Maslow's+hierarchy+of+needs&lr=&cd=3#v=onepage&q=Maslow's%20hierarchy%20of%20needs&f=false . SUNY Press. ISBN 0887066208, 9780887066207. Http://books.google.es/books?id=S2cwd56VvOMC&pg=PA21&dq=Maslow 's + hierarki + of + kebutuhan & lr = & cd = 3 # v = onepage & q = Maslow's% 20hierarchy% 20of% 20needs & f = palsu.
6. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 91 Harper and Row New York, New York 1954 pg 91
7. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 92 Harper and Row New York, New York 1954 pg 92
8. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 93 Harper and Row New York, New York 1954 pg 93
9. ^ Hay House's "I Can Do It!" ^ Hay House's "I Can Do It!" 2009 Conference in Tampa, Florida released in theaters as Wishes Fulfilled. 2009 Konferensi di Tampa, Florida dirilis di bioskop sebagai Wishes Fulfilled.
10. ^ a b Maslow, Abraham. ^ A b Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 207 Harper and Row New York, New York 1954 pg 207
11. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 210-212 Harper and Row New York, New York 1954 pg 210-212
12. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 210 Harper and Row New York, New York 1954 pg 210
13. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 221 Harper and Row New York, New York 1954 pg 221
14. ^ a b c Maslow, Abraham. ^ A b c Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 222 Harper and Row New York, New York 1954 pg 222
15. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 228 Harper and Row New York, New York 1954 pg 228
16. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 229 Harper and Row New York, New York 1954 pg 229
17. ^ Maslow, Abraham. ^ Maslow, Abraham. Motivation and personality. Motivasi dan kepribadian. Harper and Row New York, New York 1954 pg 94-95 Harper and Row New York, New York 1954 pg 94-95
18. ^ Chang, Raylene. ^ Chang, Raylene. Characteristics of the self-actualized person: visions from the east and west. Karakteristik orang yang teraktualisasikan diri: visi dari timur dan barat. Counseling and Values Vol. Counseling and Values Vol. 36 Number one. 36 Nomor satu. Pages 2-10. Halaman 2-10. 1991 1991
19. ^ Wahba, A; Bridgewell, L (1976). ^ Wahba, A; Bridgewell, L (1976). "Maslow reconsidered: A review of research on the need hierarchy theory". Organizational Behavior and Human Performance (15): 212–240. "Maslow dipertimbangkan: Sebuah tinjauan penelitian mengenai teori hirarki kebutuhan". Organizational Behavior and Human Performance (15): 212-240.
20. ^ Hofstede, G (1984). "The cultural relativity of the quality of life concept" . Academy of Management Review 9 (3): 389-398 . http://www.nyegaards.com/yansafiles/Geert%20Hofstede%20cultural%20attitudes.pdf . ^ Hofstede, G (1984). "Relativitas budaya kualitas hidup konsep". Academy of Management Review 9 (3): 389-398. Http://www.nyegaards.com/yansafiles/Geert% 20Hofstede% 20cultural % 20attitudes.pdf.

Pranala luar
• A Theory of Human Motivation , original 1943 article by Maslow. A Theory of Human Motivation, 1943 asli artikel oleh Maslow.
• Maslow's Hierarchy of Needs , Teacher's Toolbox. Maslow Hirarki Kebutuhan, Guru's Toolbox. A video overview of Maslow's work by Geoff Petty. Sekilas video karya Maslow oleh Geoff Petty.
• A Theory of Human Motivation: Annotated . A Theory of Human Motivation: Annotated.
• Theory and biography including detailed description and examples of self-actualizers. Teori dan biografi termasuk deskripsi rinci dan contoh-contoh pengaktualisasi-diri.
• Maslow's Hierarchy of Needs , Valdosta. Maslow Hirarki Kebutuhan, Valdosta.
• Abraham Maslow by C George Boheree Abraham Maslow oleh C George Boheree
 
Copyright © 2010 RIAN TASALIM PRANERS. All rights reserved.