Kamis, 05 Mei 2011

Riant Aspek Legal Etik Pada Perawat:

1. Accountability
Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap segala tindakan yang dilakukan. Pada kasus semua kasus, perawat bertanggung jawab atas mulai dari proses pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan hingga segala informasi mengenai asuhan keperawatan yang di lakukan, baik sebelum, saatdan pasca intervensi yaitu evaluasi. Tanggung jawab mengacu pada pelaksanaan tugas yang di kaitkan dengan peran tertentu perawat. sebagai contoh, ketika memberikan medikasi, perawat bertanggung jawab dalam mengkaji kebutuhan klien terhadap obat-obatan, memberikannya dengan benar dan dalam dosis yang aman serta mengevaluasi responnya. seseorang perawat yang bertindak secara bertanggung jawab akan meningkatkan rasa percaya klien. Seorang perawat yang bertanggung jawab akan tetap kompeten dalam pengetahuan dan kemampuan, serta menunjukkan keinginan untuk bertindak menurut panduan etik profesi.
Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya.seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat.jika dosis medikasi salah di berikan, perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi tersebut. Untuk melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak menurut kode etik professional. Jika suatu kesalahan terjadi, perawat melaporkannya dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut. Tanggung jawab memicu evaluasi efektivitas perawat dalam praktik. Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut:
• Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah ada
• Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan
• Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak professional perawatan kesehatan
• Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis
2. Confidentiality
Prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien. Perawat menghindari pembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapapun yang tidak secara langsung terlibat dalam perawatan klien. Perawat selelu menjaga kerahasiaan info yang berkaitan dengan kesehatan pasien termasuk info yang tertulis, verbal dsb. Jika anggota keluarganya menanggung perawatan klien perawat mungkin merasa bahwa mereka memiliki hak untuk di beri tau.
3. Respect for autonomi( penentuan pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik Setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih rencana mereka sendiri. Sebagai contoh, perawat memberikan inform consen tentang asuhan yang akan diberikan, tujuan , manfaat dan prosedur tindakan. Sehingga, perawat semestinya tidak marah saat keluarga menanyakan status kesehatan klien, karena itu merupakan kebebasan keluarga untuk mengetahui semua tindakan yang akan dilakukan. Inform consent dilakukan saat pengkajian, sebelum pengobatan, saat akan di obati dan setelah pengobatan.
Penting bagi perawat juga untuk memberikan health education dalam mendukung proses penyembuhan klien.
4. Beneficience( do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga Meningkatkan kesejahteraan klien dengan cara melindungi hk-hak klien. Dalam kasus, perawat dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk menentukan terapi farmakologik, nutrisi yang diberikan baik sebelum pengobatan maupun setelah pengobatan.
5. Non-malefisience( do no harm/tidak membahayakan klien)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja. Kewajiban bagi perawat untuk tidak menimbulkan injury pada klien. Dalam kasus, perawat perlu melakukan pengkajian fisik, terapi farmakologik yang benar, nutrisi dan segala tindakan selama proses pengobatan hingga setelah pengobatan
6. Justice ( perlakuan adil)
Prinsip keadilan menuntut perlakuan terhadap orang lain yang adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhanan mereka. Ketika ada sumber untuk di berikan dalam perawatan, perawat dapat mengalokasikan dalam cara pembagian yang adil umtuk setiap penerima atau bagaimana supaya kebutuhan paling besar dari apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan. Pada kasus, perawat tidak boleh membeda-bedakan pengobatan antara klien yang satu dengan yang lain, namun disesuaikan dengan kondisi klien saat ini.
7. Fidelity (Setia)
Prinsip kesetiaan menyatakan bahwa perawat harus memegang janji yang di buatnya kepada klien. Jadi, ketika seseorang jujur dan memegang janji yang di buatnya, rasa percaya yang sangat penting dalam hubungan perawat-klien akan terbentuk. Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang perawat. Pada kasus , perawat harus memegang janji yang telah di bicarakan sebelumnya kepada klien.
8. Veracity (Kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran. Prinsip mengatakan yang sebenarnya mengarahkan praktisi untuk menghindari melakukan kebohongan pada klien atau menipu merekan. Pada kasus, perawat harus berkata jujur.

Senin, 02 Mei 2011

ASKEP TB

TUBERCULOSIS

Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang terinfeksi M. tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC.

Manifestasi Klinis
Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.

Gejala Umum :
• Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.

Gejala lain yang sering dijumpai :
• Dahak bercampur darah
• Batuk darah
• Sesak nafas dan rasa nyeri dada
• Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah.

Pemeriksaan penunjang
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur. Ukuran tes Mantoux ini sebesar 5mm diinterpretasikan positif pada kasus-kasus :
1. Individu yang memiliki atau dicurigai terinfeksi HIV
2. Memiliki kontak yang erat dengan penderita TBC yang infeksius
3.Individu dengan rontgen dada yang abnormal yang
mengindikasikan gambaran proses penyembuhan TBC yang lama,
yang sebelumnya tidak mendpatkan terapo OAT yang adekuat
4. Individu yang menggunakan Narkoba dan status HIV-ny tidak
diketahui

Sedangkan ukuran 10mm uji tuberculin, dianggap positif biasanya pada kasus-kasus seperti :
1. Individu dengan kondisi kesehatan tertentu, kecuali penderita HIV
2. Individu yang menggunakan Narkoba (jika status HIV-ny negative)
3. Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, populasi denganpendapatan yang rendah, termasuk kelompok ras dan etnik yang beresiko tinggi
4. Penderita yang lama mondokdirumah sakit
5. Anak kecil yang berusi kurang dari 4 tahun

Uji ini sekarang sudah tidak dianjurkan dipakai,karena uji ini haya menunjukkan ada tidaknya antibodi anti TBC pada seseorang, sedangkan menurut penelitian, 80% penduduk indosia sudah pernah terpapar intigen TBC, walaupun tidak bermanifestasi, sehingga akan banyak memberikan false positif.
- Pemeriksaan radiologis
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis
b) Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
c) Fibrosis dan retraksi region hilus
d) Bronchopneumonia
e) Infiltrate interstitial
f) Pola milier
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.

Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.


Klasifikasi penyakit dan tipe penderita
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita TB memerlukan “definisi kasus” yang memberikan batasan baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus-yaitu
1. Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA negative
3. Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
4. Tingkat keparahan penyakit : penyakit ringan atau berat

a. KLASIFIKASI
A. Tuberculosis Paru
Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis Paru BTA positif
2. Tuberkulosis Paru BTA negative
B. Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru,, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan
Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal
2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat
Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

b. TIPE PENDERITA
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita, yaitu :
1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kambuh (relaps)
Adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan etlah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
3. Pindahan (transfer in)
Adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09)
4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)
Adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih.
5. Gagal
- Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.
Adalah penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
6. Lain-lain
Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2)

Pengobatan tuberkulosis
Saat ini telah dapat dilakukan pengobatan TBC secara efektif dan dalam waktu yang relatif singkat. Program pengobatan tersebut dikenal dengan nama DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin. Pengobatan dilakukan dalam waktu 6-8 bulan secara intensif dengan diawasi seorang PMO (Pengawas Menelan Obat) untuk meningkatkan ketaatan penderita dalam minum obat.


Referensi:
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI
http://www.medicastore.com/tbc/
http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
http://www.infopenyakit.com/2007/12/penyakit-tuberkulosis-tbc.html

Jumat, 29 April 2011

LP UROLITHIASIS

UROLITHIASIS

Pengertian
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.

b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.

c. Faktor lain
a) Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.

b) Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.

c) Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1

d) Ras
Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.

e) Keturunan
Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan

f) Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.

g) Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.

h) Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.

i) Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).

Patogenesis
Sebagian besar Batu Saluran Kencing adalah idiopatik, bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.

Teori Terbentuknya Batu
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

PENGKAJIAN DATA DASAR
1. Riwayat atau adanya faktor resiko
a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu

2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan :
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

Penatalaksanaan
a. Menghilangkan Obstruksi
b. Mengobati Infeksi
c. Menghilangkan rasa nyeri
d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.
Komplikasi
a. Obstruksi Ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Hidronefrosis

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.
3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi.















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Riant askep medikal bedah

http://contoh-askep.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-medikal-bedah.html

LP KEMOTHERAPI

KEMOTHERAPI

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sejak jaman dahulu dikenal beberapa cara pengobatan untuk menyembuhkan penyakit kanker. Cara paling tua adalah pembedahan, kemudian menyusul penyinaran terhadap sel-sel tumor ganas yang peka sinar gamma dan dengan perkembangan pengetahuan mengenai struktur, fungsi, proliferasi sel dan mekanisme regulasi didalamnya, pengobatan kimiawi pada tahun-tahun terakhir maju dengan pesat.
Sitostatika merupakan salah satu pengobatan kanker yang paling banyak menunjukkan kemajuan dalam pengobatan penderita kanker. Karena itu pula harapan dan tumpuan dunia medis terhadap efek pengobatan dengan sitostatika terus meningkat. Sejala dengan harapan tersebut upaya menyembuhkan atau sekurangnya mengecilkan ukuran kanker dengan sitostatika terus meluas.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Sitostatika
Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel – sel secara fraksional ( fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil daan 10 % tidak berhasil.
(Hanifa Wignjosastro, 1997)
B. Tujuan Pemberian Kemoterapi
? Meringankan gejala
? Mengontrol pertumbuhan sel- sel kanker

C. Cara Pemberian
Cara pemberian obat sitostatika dapat dilakukan secara :
1. PO : Per Oral
2. SC : Sub Cutan
3. IM : Intra Muscular
4. IV : Intra Vena
5. IT : Intra Thecal
6. IP : Intra Peritoneal / Pleural

• Pemilihan vena dan tempat penusukan
Pemilihan vena dan arteri yang tepat serta peralatan yang harus dipakai ditentukan oleh usia pasien, status vena dan obat yang diberikan melalui infus. Lakukan pemilihan vena diatas area yang lentur serta pemilihan iv cateter yang paling pendek dan ukurannya yang paling kecil yang sesuai. Vena yang sering digunakan adalah : Basillic, cephalica dan metakarpal. Tempat penusukan harus diganti setiap 72 jam dan vena yang cocok untuk penusukan terasa halus dan lembut, tidak keras dan menonjol serta memilih vena yang cukup lebar untuk tempat peralatan, media kemoterapi dapat membuat iritasi pada vena dan jarigan lunak.

D. Prosedur
1. a. Persiapan
• Sebelum diberikan kemoterapi maka harus dipersiapkan ukuran TB, BB, luas badan, darah lengkap, fungsi ginjal, fungsi liver, gula darah, urin lengkap, EKG, foto thorax AP/lateral, Ekokardiografi, BMP.
• Periksa protokol dan program terapi yang digunakan, serta waktu pemberian obat sebelumnya.
• Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat.
• Periksa adanya inform concernt baik dari penderita maupun keluarga.
• Siapkan obat sitostatika
• Siapkan cairan NaCl 0,9 %, D5% atau intralit.
• Pengalas plastik, dengan kertas absorbsi atau kain diatasnya
• Gaun lengan panjang, masker, topi, kaca mata, sarung tangan, sepatu
• Spuit disposible 5cc, 10cc, 20 cc, 50 cc.
• Infus set dan vena kateter kecil
• Alkohol 70 % dengan kapas steril
• Bak spuit besar
• Label obat
• Plastik tempat pembuangan bekas
• Kardex (catatan khusus)

b. Cara kerja
Semua obat dicampur oleh staf farmasi yang ahli dibagian farmasi dengan memakai alat “biosafety laminary airflow” kemudian dikirim ke bangsal perawatan dalam tempat khusus tertutup. Diterima oleh perawat dengan catatan nama pasien, jenis obat, dosis obat dan jam pencampuran.
Bila tidak mempunyai biosafety laminary airflow maka, pencampuran dilakukan diruangan khusus yang tertutup dengan cara :

1.
Meja dialasi dengan pengalas plastik diatasnya ada kertas penyerap atau kain
2.
Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kaca mata, sepatu.
3.
Ambil obat sitostatika sesuai program, larutkan dengan NaCl 0,9%, D5% atau intralit.
4.
Sebelum membuka ampul pastikan bahwa cairan tersebut tidak berada pada puncak ampul. Gunakan kasa waktu membuka ampul agar tidak terjadi luka dan terkontaminasi dengan kulit. Pastikan bahwa obat yang diambil sudah cukup, dengan tidak mengambil 2 kali
5.
Keluarkan udara yang masih berada dalam spuit dengan menutupkan kapas atau kasa steril diujung jarum spuit.
6.
Masukkan perlahan-lahan obat kedalam flabot NaCl 0,9 % atau D5% dengan volume cairan yang telah ditentukan
7.
Jangan tumpah saat mencampur, menyiapkan dan saat memasukkan obat kedalam flabot atau botol infus.
8.
Buat label, nama pasien, jenis obat, tanggal, jam pemberian serta akhir pemberian atau dengan syringe pump.
9.
Masukkan kedalam kontainer yang telah disediakan.
10.
Masukkan sampah langsung ke kantong plastik, ikat dan beri tanda atau jarum bekas dimasukkan ke dalam tempat khusus untuk menghindari tusukan.

2. Prosedur cara pemberian kemoterapi
• Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan, volume cairan, cara pemberian, waktu pemberian dan akhir pemberian.
• Pakai proteksi : gaun lengan panjang, topi, masker, kaca mata, sarung tangan dan sepatu.
• Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik
• Pasang pengalas plastik yang dilapisi kertas absorbsi dibawah daerah tusukan infus
• Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian anti neoplastik (primperan, zofran, kitril secara intra vena)
• Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9 %
• Beri obat kanker secara perlahn-lahan (kalau perlu dengan syringe pump) sesuai program
• Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 0,9%
• Semua alat yang sudah dipakai dimasukkan kedalam kantong plastik dan diikat serta diberi etiket.
• Buka gaun, topi, asker, kaca mata kemudian rendam dengan deterjen. Bila disposible masukkkan dalam kantong plasrtik kemudian diikat dan diberi etiket, kirim ke incinerator / bakaran.
• Catat semua prosedur
Awasi keadaan umum pasien, monitor tensi, nadi, RR tiap setengah jam dan awasi adanya tanda-tanda ekstravasasi.

E. Prinsip Kerja Kemoterapi
Prinsip kerja Kemoterapi adalah membunuh sel-sel yang cepat berkembang biak (terutama sel-sel kanker) dengan merusak atau mengganggu proses pembelahan sel.

F. Efek Samping Kemoterapi dan Penanganannya
Efek samping kemoterapi yang sering terjadi dan penanganannya:
1. Rambut rontok / menipis
Bersifat sementara. Rambut akan tumbuh kembali jika obat dihentikan.
2. Mual / muntah
Tetap berikan makan dalam porsi kecil tapi sering. Hindari makanan yang terlalu manis, berminyak/ berlemak dan permen. Biasanya diberikan obat anti muntah oleh dokter.
3. Sembelit
Berikan makanan tinggi serat, misal sayuran dan buah-buahan. Minum banyak. Biasanya jika lebih dari 3 hari tidak berak, akan diberikan obat oleh dokter.
4. Diare
Hindari makanan yang pedas / asam. Beri minum banyak dan makanan yang lunak. Jika mencret lebih dari 1 hari akan diberikan obat oleh dokter.
5. Stomatitis / sariawan / gomen
Pelihara kebersihan mulut. Gunakan sikat gigi yang lembut. Biasanya akan diberikan obat oles oleh dokter.
6. Penurunan daya tahan tubuh
Hindari sumber-sumber infeksi dengan menjauhkan anak dari orang yang sedang flu, sakit tenggorokan, cacar air, sakit kulit dan lain-lain. Pelihara kebersihan badan. Cuci tangan sebelum makan dan sebelum atau setelah menyentuh anak.
7. Perubahan kulit : kering, gatal
Jaga kebersihan kulit. Gunakan pelembab yang tidak mengandung alkohol. Pakai baju yang longgar.
G. Syarat pemberian obat Kemoterapi
Sebelum pengobatan dimulai beberapa kondisi pasien harus dipenuhi yaitu :
1. Keadaan umum harus cukup baik
2. Penderita mengerti pengobatan dan mengetahui efek samping yang akan terjadi
3. Faal ginjal ( kadar ureum < 40 mg % dan kadar kreatinin < 1,5 mg % ) dan faal hati baik
4. Diagnosis hispatologik diketahui
5. Jenis kanker diketahui sensitif terhadap kemoterapi
6. Hemoglobin > 10 gr %
7. Leucosit > 5000 / ml
8. Trombosit > 100.000 / ml


BAB III
PENUTUP

Sitostatika adalah suatu pengobatan untuk mematikan sel – sel secara fraksional ( fraksi tertentu mati), sehingga 90 % berhasil daan 10 % tidak berhasil.
Tujuan Pemberian Kemoterapi : Meringankan gejala, Mengontrol pertumbuhan sel- sel kanker
Cara pemberian obat sitostatika dapat dilakukan secara :
PO : Per Oral, SC : Sub Cutan, IM : Intra Muscular, IV : Intra Vena, IT : Intra Thecal, IP : Intra Peritoneal / Pleural
Prinsip kerja Kemoterapi adalah membunuh sel-sel yang cepat berkembang biak (terutama sel-sel kanker) dengan merusak atau mengganggu proses pembelahan sel.
Persiapan pencampuran obat memakai alat “biosafety laminary airflow” untuk menghindari adanya efek terhadap petugas yang mempersiapkan obat kemotherapi.
Efek samping kemoterapi yang sering terjadi adalah:
Rambut rontok / menipis, Mual / muntah, Sembelit, Diare, Stomatitis / sariawan / gomen, Penurunan daya tahan tubuh, Perubahan kulit : kering, gatal

DAFTAR PUSTAKA

1. Gale Daniele, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000
2. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
3. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001

Pneumonia adalah

Pengertian

Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

Penyebab
- Virus Influensa

- Virus Synsitical respiratorik

- Adenovirus

- Rhinovirus

- Rubeola

- Varisella

- Micoplasma (pada anak yang relatif besar)

- Pneumococcus

- Streptococcus

- Staphilococcus


Tanda dan Gejala
v Sesak Nafas

v Batuk nonproduktif

v Ingus (nasal discharge)

v Suara napas lemah

v Retraksi intercosta

v Penggunaan otot bantu nafas

v Demam

v Ronchii

v Cyanosis

v Leukositosis

v Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar


Jenis

Pneumonia lobular

Bronchopneumonia

Pengkajian

Identitas :

Umur : Anak-anak cenderung mengalami infeksi virus dibanding dewasa

Mycoplasma terjadi pada anak yang relatif besar

Tempat tinggal: Lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar

Riwayat Masuk

Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).

Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit Pneumonia.

Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

Pengkajian

1. Sistem Integumen

Subyektif : -

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

2. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

3. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit kepala

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun

4. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan

6. Sistem genitourinaria

Subyektif : -

Obyektif : produksi urine menurun/normal,

7. Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare

Studi Laboratorik :

Hb : menurun/normal

Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal

Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

Rencana Keperawatan

1. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Infeksi Paru

Karakteristik : batuk (baik produktif maupun non produktif) haluaran nasal, sesak nafas, Tachipnea, suara nafas terbatas, retraksi, demam, diaporesis, ronchii, cyanosis, leukositosis

Tujuan :

Anak akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan :

Suara nafas paru bersih dan sama pada kedua sisi

Suhu tubuh dalam batas 36,5 – 37,2OC

Laju nafas dalam rentang normal

Tidak terdapat batuk, cyanosisi, haluaran hidung, retraksi dan diaporesis

Tindakan keperawatan

Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda keefektifan jalan napas

R : Evaluasi dan reassessment terhadap tindakan yang akan/telah diberikan

Lakukan Phisioterapi dada secara terjadwal

R : Mengeluarkan sekresi jalan nafas, mencegah obstruksi

Berikan Oksigen lembab, kaji keefektifan terapi

R : Meningkatkan suplai oksigen jaringan paru

Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai order, kaji keefektifan dan efek samping (ruam, diare)

R : Pemberantasan kuman sebagai faktor causa gangguan

Lakukan pengecekan hitung SDM dan photo thoraks

R : Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru

Lakukan suction secara bertahap

R : Membantu pembersihan jalan nafas

Catat hasil pulse oximeter bila terpasang, tiap 2 – 4 jam

R : Evaluasi berkala keberhasilan terapi/tindakan tim kesehatan

2. Defisit Volume Cairan b.d :

- Distress pernafasan

- Penurunan intake cairan

- Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam

Karakteristik :

Hilangnya nafsu makan/minum, letargi, demam., muntah, diare, membrana mukosa kering, turgor kulit buruk, penurunan output urine.

Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan :

Intake adekuat, baik IV maupun oral

Tidak adanya letargi, muntah, diare

Suhu tubuh dalam batas normal

Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 – 1,020

Intervensi Keperawatan :

Catat intake dan output, berat diapers untuk output

R : Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output

Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line

R : Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan cairan

Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu

R : Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan

Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam

R : Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum

Diagnosa lain :

1. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, muntah, peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi

2. Perubahan rasa nyaman b.d sakit kepala, nyeri dada

3. Intoleransi aktivitas b.d distres pernafasan, latergi, penurunan intake, demam

4. Kecemasan b.d hospitalisasi, distress pernafasan

Referensi :

Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley Co. Philadelphia

Stroke - Pengertian

A. Pengertian

Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak (hudak dan Gallo, 1997)

Stroke digunakan untuk menamakan sindrome hemiparese atau hemiparalisis akibat lesi vascular, yang secara tiba tiba daerah otak tidak menerima darah karena arteri yang memperdarahi daerah tersebut tersumbat, putus atau pecah.

B. STROKE HAEMORAGIK

Adalah bagian dari klasifikasi stroke, dimana perdarahan intra cerebral dan mungkin perdarahan sub arachnoid yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Kejadian biasanya saat melakukan aktifitas, namun dapat juga saat istirahat dan kesadaran pasien umunya menurun.

C. PATOFISIOLOGI

D. FAKTOR RESIKO

Hipertensi, perokok, penyakit jantung terutama artrial fibrilasi, cerebral aneurisma, aterosclerosis, stroke sebelumnya atau TIA, Diabetes, Polisitemia, usila

E. GEJALA KLINIK

· mendadak, nyeri kepala

· Paraesthesia, paresis,Plegia sebagian badan

· Dysphagia

· Aphasia

· Gangguan penglihatan

· Perubahan kemampuan kognitif

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

· CT Scan : Haemoragi: sub dural, sub aracnoid, intra cerebral. Edema, Iskemia

· EEG : Mengidentifikasi area lesi dan gelombang listrik

· Angiografi : Haemoragi, obstruksi arteri, oklusi dan ruptur

· MRI : Infark, perdarahan, kelainan arteri venous

· Lumbal Punksi : Pada perdarahan Sub Arachnoid dan intra cerebral cairan cerebro spinal

mengandung darah

G. PENATALAKSANAAN

1. Phase Akut:

· Pertahankan fungsi vital: jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi

· Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation: Nimotop

· Pencegahan peningkatan TIK

· Mengurangi edema cerebral dengan diuretik

2. Post phase akut

· Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik

· Program fisiotherapi

· Penangan masalah psikososial

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN UTAMA

· Monitor tanda vital

· Monitor tingkat kesadaran

· Mengkaji fungsi eliminasi

· Mengkaji adanya gerakan involunter

· Mengkaji kemampuan ADLs

· Mengkaji kemampuan gerakan-otot

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

· Nyeri kepala b.d. gangguan vascular cerebral: perdarahan cerebral

· Gangguan perfuisi jaringan otak b.d edema cerebral

· Self care deficit b.d parsial paralisis

· Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan fisik/motorik

· Konstipasi b.d. gangguan sensorik motorik

· Cemas b.d. kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

· Resiko terjadi gangguan integritas kulit b.d bed rest yang lama

PENGKAJIAN CRF

CRF

A. Pengkajian

Dasar Data Pengkajian Pasien

- Aktifitas

Gejala : Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaise

Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

- Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat

palpatasi, nyeri dada (angina)

Tanda : Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak , tangan.

Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.

Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.

Kecenderungan perdarahan

- Integritas Ego

Gejala : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.

Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

- Eliminasi

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)

Abdomen kembung, diare, atau konstipasi

Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.

- Makanan / cairan

Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).

Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)

Penggunaan diurotik

Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)

Perubahan turgor kulit/kelembaban

Edema (umum, targantung)

Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.

Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga

- Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur

Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.

Tanda : Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.

Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.

Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis

- Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki

Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah

- Pernapasan

Gejala : Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak

Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.

Batuk dengan sputum encer (edema paru)

- Keamanan

Gejala : Kulit gatal

Ada / berulangnya infeksi

Tanda : Pruritis

Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal

Ptekie, area ekimosis pada kulit

Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi

- Seksualitas

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas

- Interaksi sosial

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

- Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.

Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.

Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :

- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.

- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.

- Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.

- Resiko tinggi terhadap penururnan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, kerja miokardial, dan tahanan vaskular sistemik.

- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksin dalam kulit.

- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana tindakan, dan prognosis.

D. Implementasi

Asuhan Keperawatan bagi klien dengan kegagalan ginjal kronis

1. Membantu Meraih Tujuan Terapi

a. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.

b. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.

c. Menekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.

d. Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.

e. Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.

f. Melindungi pasien dari infeksi

g. Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.

h. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.

2. Mengusahakan Kenyamanan

a. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.

b. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.

c. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.

d. Mengusahakan istirahat bila kecapaian

e. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana

f. Mengusahakan kebersihan oral beberapa kali sehari terutama sebelum makan.

3. Konsultasi dan Penyuluhan

a. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang kronisitas dari penyakit.

b. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi

c. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara hidup baru.

d. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)

E. Evaluasi

Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.

1. Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?

2. Apakah orang menekuni pesan dietvdan cairan yang diperlukan?

3. Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?

4. Apakah orang menggaruk-garuk berlebihan?

5. Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?

6. Apakah dilakukan pencegahan infeksi, tambahan perdarahan saluran cerna?

7. Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obat-obatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?


(Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)

LP AIDS

AIDS

Pengertian

* AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan

Immune : Sistem kekebalan tubuh

Deficiency : Kekurangan

Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit

* Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
* AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
* AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )
* AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )

2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

3. Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

4. Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

5. Gejala Dan Tanda

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal

1. infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

6. Komplikasi

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b. Neurologik

- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.

- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.

-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

c. Gastrointestinal

- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

f. Sensorik

- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

7. Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :

- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.

- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.

- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :

1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut

4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat Penyakit

Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :

- Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )

Terapi radiasi,defisiensi nutrisi,penuaan,aplasia timik,limpoma,kortikosteroid,globulin anti limfosit,disfungsi timik congenital.

- Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)

Limfositik leukemia kronis,mieloma,hipogamaglobulemia congenital,protein – liosing enteropati (peradangan usus)

b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)

- Aktifitas / Istirahat

Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.

Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

- Sirkulasi

Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.

Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.

- Integritas dan Ego

Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.

Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.

- Eliminasi

Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi

Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.

- Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia

Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk, edema

- Hygiene

Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS

Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

- Neurosensoro

Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.

Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.

- Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.

Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.

- Pernafasan

Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.

Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.

- Keamanan

Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.

Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

-Seksualitas

Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido,penggunaan pil pencegah kehamilan.

Tanda : Kehamilan,herpes genetalia

- Interaksi Sosial

Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS

Tanda : Perubahan interaksi

- Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Kegagalan dalam perawatan,prilaku seks beresiko tinggi,penyalahgunaan obat-obatan IV,merokok,alkoholik.

c. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

1. Serologis

- Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa

- Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

- Sel T limfosit

Penurunan jumlah total

- Sel T4 helper

Indikator system imun (jumlah <200>

- T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.

- P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) )

Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi

- Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal

- Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

- Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

2. Budaya

Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.

3. Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

4. Tes Lainnya

1. Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya komplikasi lain

2. Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

3. Skan Gallium

Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.

4. Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

5. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

b. Tes Antibodi

Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.

Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji – kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :

1. Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)

Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.

2. Western Blot Assay

Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)

3. Indirect Immunoflouresence

Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.

4. Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )

Mendeteksi protein dari pada antibody.

c. Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24, pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV – 1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.

Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus ( viral burden )

AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.

HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.

Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh.

Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala AIDS.

Sabtu, 23 April 2011

Buka Aja Cuy

http://www.pdfcrawler.com/hubungan+tingkat+pengetahuan+ibu+hamil+trimester+3.html
http://cariebookgratis.com/pdf/pola-makan-ibu-hamil-trimester-3.html
http://www.linkpdf.com/download/dl/bab-iii-metodologi-penelitian-ini-adalah-penelitian-diskriptif--.pdf
http://www.ebookbe.com/3-/3-metode-penelitian-book.pdf
http://www.find-docs.com/pengertian-komprehensif-dalam-kebidanan-pdf.html
http://www.pdf-engine.net/view.php?bt=3.-METODE--PENELITIAN--3.1-Jenis--Penelitian--Jenis--penelitian--yang--...-&lj=http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/mbis/2010/jiunkpe-ns-s1-2010-31406081-16806-gallerie_bunga-chapter3.pdf&k=penelitian-deskriptif-kualitatif

Rabu, 20 April 2011

KONSEP DASAR KONSELING

I. Konseling Trait & Factor
(Wolter Bingham, John Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williemson)
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system sifat atau factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan,minat,sikap,dan tempramen.
Proses konseling dibagi dalam lima tahap sebagai berikut :
1. Tahap Analisis
Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data mengenai klien.
2. Tahap Sintesis
Langkah merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
3. Tahap Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan yang dapat mengarah kepada permasalahan, sebab-sebabnya, sifat-sifat klien yang relevan dan berpengruh pada penyesuaian diri. Diagnosis meliputi :
1. Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif misalnya dengan menggunakan kategori Bordin dan Pepinsky
Kategori diagnosis Bordin
a. dependence (ketergantungan)
b. lack of information (kurangnya informasi)
c. self conflict (konflik diri)
d. choice anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis Pepinsky
a. lack of assurance (kurang dukungan)
b. lack of information (kurang informasi)
c. dependence (ketergantungan)
d. self conflict (konlflik diri)
2. Menentukan sebab-sebab, mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh reaksi klien, oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosa sementara.
3. Prognosis yang sebenarnya terkandung didalam diagnosis misalnya diagnosisnya kurang cerdas pronosisnya menjadi kurang cerdas untuk pekerjaan sekolah yang sulit sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian, maka Konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab. Untuk dirinya sendiri, yang berarti dia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
4. Tahap Konseling
Merupakan hubungan membantu klien untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya, baik dilembaga, sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima jenis konseling adalah :
4.
a. belajar terpimpin menuju pengertian diri
b. mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan penyesuaian hidupnya.
c. Bantuan pribadi dan Konselor, agar klien mengerti dan trampil dalam menggunakan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
e. Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
5. Tahap Tindak Lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi maslaah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konsleing. Teknik yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas klien.
Teknik Konseling
1. Pengunaan hungan intim (Rapport), Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam konseli.
2. Memperbaiki pemahaman diri, konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi kelemahannya. Penafsiran data dan diagnosis dilakukan bersama-sama dengan klien dan Konselor menunjukkan profil tes secara arif.
3. Pemberian nasehat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap Konselor dan kemudian menunjukkan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis. Penjelasan mengenai pemberian nasehat harus dipahami klien.
Tiga metode pemberian nasehat yang dapat digunakan oleh Konselor :
a. Nasehat langsung (direct advising), dimana Konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
b. Metode persuasif, dengna menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
c. Metode penjelasan, yang merupakan metode ynag paling dikehendaki dan memuaskan. Konselor secara hati-hati dan perlahan-lahan menjelaskan data diagnostic dan menunjukan kemungkinan situasi yang menuntut penggunaan potensi konseli.
d. Melaksanakan rencana, yaitu Konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan secara implementasinya.
4. menunjukkan kepada petugas lain (alih tangan) bila dirasa Konselor tidak dapat mengatasi masalah klien.
Kontribusi yang diberikan oleh teori Trait & Faktor
1. Teori sifat dan faktor menerapkan pendekatan ilmiah kepada konseli.
2. Penekanan pada penggunaan data tes obyektif, membawa kepad aupaya perbaikan dalam pengembangan dan penggunaannya, serta perbaikan dalam pengumpulan dan pengunaan data lingkungan.
3. Penekanan yang diberikan pada diagnosis mengandung makna sebagai suatu perhatian masalah dan sumbernya dan mengarah pada upaya mengkreasikan teknik-teknik untuk mengatasinya.
4. penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menseimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan aspek afektik atau emosional.
II. Konseling Rational Emotive
(Albert Ellis) dikenal dengan Rational Emotive Therapy (R.E.T)
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E). teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umu dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :
Komponen Proses
A Activity / action / agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawaliatau yang mengerakkan individu. (antecedent or activating event) External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
iB
rB Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A) Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus mnenerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya
iC
rC Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A)
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A)
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing) Validate or invalidate self-verbalization : yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE Cognitive Effect of Disputing,yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam keyakinan-keyakinan irasional. Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu.
BE Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu
Tujuan konseling Rasional-Emotif
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Konselor melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu :
a. Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
b. Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
c. Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
d. Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
f. Menggunakan absurdity dan humaor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
g. Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkankembali dan disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatar belakangi kehidupannya.
h. Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwaide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya kan membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
III. Konseling Behavioral
(D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll)
Konsep behavioral : perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut :
1. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.
2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan
3. Prinsip-prinsip belajar spesial seperti : “reinforcement” dan “social modeling” , dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5. Prosedurprosedur konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
Proses konseling
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190) konsseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan masalah.interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
Urutan pemilihan dan penetapan tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986, 178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut :
1. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
2. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.
3. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4. Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik.
5. Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
6. Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
7. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut : untuk meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.
Metode yang dapat digunakan
1. Pendekatan operant learning hal yang penting adalah pengutan (reinfocement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2. Metode Unitative Learning aau social modeling diterapkan oleh konselor dengna merancang suatu perilaku adaptif yang dpaat dijadikan model oleh klien.
3. Metode Cognitive Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain peranan.
4. Metode Emotional Learning, atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.
IV. Konseling Psikoanalisa
(Sigmund Freud, Carl Jung, Otto Rank, William Reich, Karen Honey, Adler. Harry Stack Sullivan,dll)
Konsep Freud yang anti rasionalisme menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain. Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.
Proses konseling
Tujuan konseling psikoanalitikadalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar dalam diri klien.
a. Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
b. Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
c. Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
d. Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
e. Konselor harus membangun hunbungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
f. Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
g. Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
h. Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.
Teknik-teknik terapi
1. Asosiasi bebas
2. Interpretasi
3. Analisis mimpi
4. Analisis Resistensi
5. Analisis transferensi (pemindahan)
V. Konseling Psikologi Individual
(Alfred Adler, Rudolph Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyer)
Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia dipandang sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan inferioritas (kurang harga diri). Istilah yang digunakan oleh Adler adalah “inferiority complex” untuk menggambarkan keadaan perasaan harga diri kurang yang selalu mendorong individu untuk melakukan kompensasi mencapai keunggulan. Perilaku merupakan suatu upaya untuk mencapai keseimbangan.
Kompleks rasa rendah diri (inferiority complex) menurut Adler berasal dari tiga sumber :
1. Kekurangan dalam hal fisik
2. Anak yang dimanja
3. Anak yang mendapat penolakan
Proses Konseling
Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer & Stone, 1980, 204) ada tiga komponen pokok dalam proses konseling :
1. Memperoleh pemahaman gaya hidup klein yang spesifik, gejala dan masalahnya, melalui empati, intuisi dan penaksiran konselor. Dalam unsur ini konselor membentuk hipotesis mengenai gaya hidup dan situasi klien.
2. Proses menjelaskan kepada klien, dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang dikembangkan dalam komponen pertama harus ditafsirkan dan dikomunikasikan dengan klien sehingga dapat diterima. Psikologi individual menekankan pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan terhadap kondisinya.
3. Proses memperkuat minat sosial, klien dengan menghadapkan mereka, secara seimbang, dan menunjukkan minat dan kepedulian mereka.
VI. Konseling Analisis Transaksional
(Eric Berne) pioner yang menerapkan analisa transaksional dalam psikoterapi.
Dalam terapi ini hubungan konselor dan klien dipandang sebgai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, tanya jawab) dimana masing0masing partisipan berhubungan satu sama lain. Sebagai fungsi tujuan tertentu. Transaksi menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial.
Berne membagi psikoterapi konvensional menjadi dua kelompok
1. Kelompok yangh melibatkan sugesti, dukungan kembali (reassurence), dan fungsi parental lain.
2. Kelompok yang melibatkan pendekatan rasional, dengan menggunakan konfrontasi dan interpretasi seperti terapi non direktif dan psiko analisa.
Proses Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi.
Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi.
Tujuan konseling adalah :
1. Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
2. Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
3. Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
4. Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
5. Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6. Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar.
7. untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.
VII. Konseling Client Centered (Berpusat Pada Klien)
(Carl R. Roger) menurut Roger Konseling dan Psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Proses konseling
1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2. konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4. dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5. Aawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Karakteristik konseling berpusat pada klien
1. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
2. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
5. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.
6. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
7. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.
VIII. Konseling / Terapi Gestalt
(dikembangkan oleh Frederick S. Peris 1989-1970) terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu :
1. Psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih
2. Fenomenolohi eksistensialisme Eropa dan
3. Psikologi Gestalt
Peris menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai keseluruhan, merupakan koordinasi dari seluruh organ. Kesehatan merupakan keseimbangan yang layak. Pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis merupakan konsep dasar terapi Gestaslt.
Proses Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
Fokus utama dalam konseing Gestalt adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (selft-support).
Konselor membuat klien menjadi kecewa sehingga klien dipaksa untuk menemukan caranya atau mengembangkan potensinya sendiri.
Konsep utama terapi Peris adalah
8. Unfinished business yang tercakup didalamnya adalah emisi-emosi, peristiwa-peristiwa, ingatan-ingatan (memories), yang terhambat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan.
9. Avoidance atau penghindaran adalah segala cara yang digunakan oleh seseorang untuk melarikan diri dari Unfinished business. Bentuk-bentuk avoidance antara lain phobia, melarikan diri, mengganti terapist, mengubah pasangan.
Garis-garis besar terapi Gestalt
1. Fase pertama : membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan intuitif.
2. Fase kedua : melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus dilakukan :
• Menimbulkan motivasi pada klien.
• Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3. Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
4. Fase terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari diriny, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.

Rabu, 06 April 2011

ROM - DEFINISI

A. Pengertian
Adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

B. Tujuan
1. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.
Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi

C. Jenis ROM
ROM pasif
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
ROM aktif
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %

D. Jenis gerakan
Fleksi
Ekstensi
Hiper ekstensi
Rotasi
Sirkumduksi
Supinasi
Pronasi
Abduksi
Aduksi
Oposisi

E. Sendi yang digerakan
1. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.
2. ROM Pasif
Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
§ Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
§ Bahu tangan kanan dan kiri ( fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)
§ Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
§ Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
§ Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi, oposisi)
§ Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal)
§ Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)
§ Jari kaki (fleksi/ekstensi)

F. Indikasi
§ Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
§ Kelemahan otot
§ Fase rehabilitasi fisik
§ Klien dengan tirah baring lama

G. Kontra Indikasi
§ Trombus/emboli pada pembuluh darah
§ Kelainan sendi atau tulang
§ Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)


H. Atention
§ Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah latihan
§ Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien
§ Ulangi gerakan sebanyak 3 kali
Perawat bahagia
 
Copyright © 2010 RIAN TASALIM PRANERS. All rights reserved.