Kamis, 22 April 2010

ANEMIA "TUGAS"

DAFTAR ISI
1. PERUBAHAN FISIOLOGIS IBU HAMIL 1
2. PERUBAHAN KEBUTUHAN HIZI IBU HAMIL 2
3. ANEMIA GIZI BESI 2
4. ABSORSI BESI 4
5. BESI DALAM MAKANAN 5
6. PENIAIAN ( PENGUKURAN STATUS GIZI IBU HAMIL ) 7
6.1 Observasi klinik 7
6.2 Pengukuran antrometri 8
6.3 Data laboratorium 8
6.4 Riwayat kesehatan ibu hamil 9
7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI 9
8. SEBAB TIMBULNYA MASALAH GIZI 9
9. ETIOLOGI ANEMIA KURANG BESI DAN BEBERAPA
HASIL PENELITIAN 10
9.1 tdak cukup besi dalam makanan 11
9.2 bertambah kebutuhan 11
9.3 kehilangan darah 11

Anemia Pada Ibu Hamil Trisemester Dua dan Tiga

1. PERUBAHAN FISIOLOGIS IBU HAMIL
Tingkat kebutuhan gizi seorang wanita berbeda menurut status fisiologisnya. Pada wanita hamil, hidup dua orang manusia yaitu ibu dan janin. Karena janin masih menggantungkan sepenuhnya kecukupan gizinya dari bahan makanan yang dimakan ibu, maka kebutuhan gizi bagi ibu hamil lebih tinggi daripada jika tidak sedang hamil.
Kehamilan akan menyebabkan meningkatnya daya metabolisme energi. Proses anabolik fundamental yang terjadi selama kehamilan, yaitu proses pertumbuhan dan pematangan janin, plasenta yang selanjutnya menjadi bayi, dengan berat waktu lahir kira kira 7,5 pound (3,4 kg). Sebagai tambahan si ibu akan menjalani penyesuaian fisiologik dan metabolik selama mengandung yang sebenarnya serasi dengan proses proses anabolik yang terjadi dalam janin dan plasenta. Hal hal tersebut diikuti oleh perubahan kelenjar kelenjar endokrin pada ibu sehingga membesarkan ukuran uterus, payudara dan volume darah. Selama kehamilan, pada trimester pertama kenaikan berat badan ibu sekitar 1 kg, trimester kedua 3 kg, cairan ketuban dan masa jaringan adiposa kg dan trimester ketiga 6 kg. Pada trimester ketiga sekitar 90% dari kenaikan berat badan digunakan untuk pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion.
Sebagai akibat proses proses anabolik tersebut, kebutuhan zat gizi umumnya meningkat selama kehamilan. Karena itu penting sekali menganjurkan wanita hamil agar mengkonsumsi makanan yang cukup energi serta zat zat gizi pelindung.
Sirkulasi darah ibu selama hamil dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta, rahim yang membesar, buah dada dan alat alat lain yang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Volume darah ibu bertambah secara fisiologik karena adanya pencairan darah sebanyak 25%. Erythropoesis juga meningkat, disamping itu terjadi penambahan volume plasma darah jauh lebih besar sehingga terjadilah haemodilusi.
2. PERUBAHAN KEBUTUHAN GIZI IBU HAMIL
Selama masa kehamilan tambahan besi mutlak diperlukan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu. Penambahan ini sebesar kira kira 1.000 mg besi selama hamil. Kebutuhan selama trimester pertama relatif kecil 0,8 mg per hari, namun meningkat secara menyolok selama trimester kedua dan ketiga hingga setinggi 6,3 mg tiap hari.
Waktu yang tepat untuk melaksanakan program suplementasi gizi ibu hamil adalah trimester dua dan tiga dimana pertumbuhan janin berjalan cepat. Suplementasi besi sebanyak 30 sampai 60 mg sehari, khususnya dalam trimester ketiga.
Kecukupan zat gizi lain yang dianjurkan pada ibu hamil per harinya harus ada penambahan dari kecukupan yang dianjurkan sebelum hamil, untuk energi ditambah 285 Kalori, protein 9 g, Calsium 200 mg, Phospor 200 mg, Besi 2 mg, Iodium 25mg, vitamin A 1.000 UI. Thyamin 0,2 mg, Riboflavin 0,2 mg, Niasin 3 mg, Vitamin C 20 mg per hari.
3. ANEMIA GIZI BESI
Anemia gizi, terutama yang disebabkan oleh kekurangan besi sangat umum dijumpai di Indonesia. Defisiensi besi biasanya terjadi secara perlahan melalui beberapa tingkatan sebelum menjadi anemia. Tahap pertama, simpanan besi di dalam diet menurun tetapi belum sampai menyebabkan penyediaan besi berkurang melalui beberapa tingkatan sebelum menjadi anemia. Pada tahap pertama ini, simpanan besi menurun tetapi proses pembentukan eritrosis belum terganggu. Tahap kedua, besi tidak cukup banyak tersedia di dalam sumsum tulang untuk pembentukan sel sel darah merah pada sistem eritropoisis tetapi belum mengakibatkan kadar Hb menurun. Sedangkan tahap ketiga adalah kadar Hb rendah karena kekurangan besi, oleh karena itu dikenal tiga tingkat status besi yaitu:
1. Non anemia non defisiensi besi (normal)
2. Non anemia tetapi defisiensi besi
3. Anemia defisiensi besi
Penggolongan anemia lebih lanjut menjadi anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat. Namur belum ada keseragaman mengenai batasan batasannya. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kelompok umur, kondisi penderita, komplikasi dengan penyakit lain, keadaan umum gizi penderita, lamanya menderita anemia, dan lain lain yang sulit dikelompokkan. Tapi yang jelas bahwa, makin rendah kadar Hb, makin berat anemia yang diderita.
Menurut Kriteria WHO tahun 1997 ibu hamil dikatakan anemia bila nilai batas hemoglobin di bawah 11 g/dL. Anemia berat, kadar hemoglobin di bawah 4 g/dL atau kadar hemotokrit di bawah 15% dapat menyebabkan kematian ibu. Anemia berat dapat disertai gagal jantung, yang menyebabkan kematian, oleh karenanya pada keadaan anemia berat diperlukan transfusi darah.
Penggolongan anemia dianggap ringan, sedang atau berat bila kadar haemoglobin berturut turut di atas 80% antara 80% dan 60%, atau kurang dari 60% dari batas penentuan. Untuk mudahnya dengan porbedaan yang relatif kecil antara kelompok umur/jenis kelamin, orang dapat mendiagnosis anemia ringan bila kadar hemoglobin di atas 10 g/dL. Tetapi di bawah batas normal, anemia sedang jika kadar hemoglobin diantara 7 dan 10 g/dL, dan anemia berat kalau kadar hemoglobin di bawah 7 g/dL.


4. ABSORSI BESI
Besi diabsorpsi di bagian proksimal usus, mulai di duodenum sampai di bagian tengah jejenum. Makin ke kaudal, absorpsi besi makin berkurang karena perubahan pH pada bagian tersebut. Besi diabsorbsi oleh usus dalam dua bentuk, yaitu bentuk hem dan bentuk ferro. Besi dalam makanan hanya dapat diabsorpsi bila dalam bentuk hem dan ferro, atau diubah terlebih dahulu menjadi bentuk bentuk tersebut. Hem umumnya terdapat dalam makanan yang terdiri dari daging hewan (hemoglobin, mioglobin). Karena pengaruh asam dan enzim enzim pencernaan, hem dapat dibebaskan dari ikatannya dan kemudian diabsorbsi oleh usus. Bentuk bentuk senyawa besi lain sebelum diabsorpsi harus diubah terlebih dahulu menjadi ferro. Faktor faktor intra luminal mempunyai pengaruh besar terhadap absorpsi ferro, akan tetapi tidak banyak berpengaruh terhadap absorpsi hem.
Menurut teori, pengaturan absorpsi besi diterangkan dengan messenger Iron, yaitu sebagai berikut; besi yang telah berada dalam tubuh (besi endogen), sebagian terdapat dalam epitel mukosa usus. Besi dalam epitel ini disebut messenger iron, berfungsi sebagai mukosa usus. Messenger iron ini berfungsi menghalangi halangi masuknya besi dari lumen ke dalam epitel, dan juga menghambat masuknya besi dari epitel ke dalam pembuluh darah di lamina propria. Bila tubuh kekurangan besi, maka massenger iron akan berkurang. Dengan demikian hambatan masuknya besi dari lumen ke epitel juga dengan cepat diteruskan ke dalam pembuluh darah di lamina propria, karena messenger iron yang mencegah keluarnya besi dari epitel sedikit. Dengan demikian pemasukan besi ke dalam tubuh meningkat. Bila dalam tubuh cukup terdapat besi, maka messenger Iron dalam, epitel akan meningkat, sehingga besi dari lumen akan dicegah masuk ke dalam epitel. Sebagian yang sudah masuk ke epitel oleh adanya messenger iron dicegah untuk keluar, dan tidak masuk ke dalam pembuluh darah di lamina propria. Dengan demikian besi tertahan terus dalam epitel sampai umur epitel cukup, tua untuk dilepaskan dari permukaan usus. Dengan cara ini absorpsi besi diperkecil pada orang orang yang telah cukup mendapatkan besi. Besi yang telah diabsorbsi, akan masuk ke darah. Di dalam darah, besi diikat oleh beta globulin dan terjadilah ikatan yang disebut transferin.
Transferin akan memberikan besi kepada sel sel calon eritrosit. Di dalam sel tersebut, besi akan diinkorporasi dalam sintesis Hb, yang kemudian ditemukan dalam eritrosit dalam sirkulasi.
Setelah umur eritrosit mencapai kurang lebih 120 hari, maka akan mengalami hemolisis di dalam jaringan retikuloendothelial. Pada saat akan dilepaskan dari Hb, sebagian digunakan untuk sintesa Hb baru, sebagian lagi akan ditimbun sebagai cadangan besi. Cadangan besi terutama terdapat dalam sumsum tulang, jaringan retikuloendothelial limpa dan hati. Bila tubuh kekurangan besi, maka cadangan besi akan dimobilisasi kembali.
5. BESI DALAM MAKANAN
Ada dua jenis besi yang berbeda dalam makanan, besi yang berasal dari hem dan bukan hem. Besi yang berasal dari hem merupakan penyusun hemoglobin dan mioglobin. Besi jenis ini terkandung di dalam daging, ikan dan unggas, serta hasil olahan darah. Besi dari hem terhitung sebagai fraksi yang relatif kecil dari seluruh masukan besi. Di banyak negara sedang berkembang, masukan besi yang berasal dari hem lebih rendah atau sama sekali dapat diabaikan. Jenis kedua adalah besi yang bukan berasal dari hem, yang merupakan sumber yang lebih penting, yang ditemukan dalam tingkat yang berbeda beda pada seluruh makanan yang berasal dari tumbuhan.

Selain bahan makanan sudah mengandung besi, makanan dapat pula mengandung besi eksogen, yang berasal dari tanah, debu, air atau panci tempat memasak. Jumlah besi cemaran di dalam makanan mungkin beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah besi dalam makanannya sendiri. Memasak makanan di panci besi bisa meningkatkan kandungan besi beberapa kali lipat, terutama sup yang mengandung sayuran ber pH rendah yang dididihkan terlalu lama, menggoreng dengan kuali besi biasanya tidak meningkatkan kandungan besi dalam makanan. Besi yang dilepas selama memasak akan berikatan dengan kelompok besi bukan hem, dan siap untuk diserap. Bentuk lain besi eksogen terdapat dalam makanan seperti gandum, gula dan garam yang telah diperkaya dengan besi atau garam besi.
Besi yang ada dalam makanan per unit energi yang dikonsumsi di negara sedang berkembang lebih tinggi daripada negara maju, namun oleh karena total energi yang dikonsumsinya tidak cukup maka terjadi juga keadaan kurangnya konsumsi besi. Kelompok anak anak dan wanita yang cenderung makan lebih sedikit serta pada orang orang yang hidup dengan makanan rendah energi mempunyai risiko untuk mengalami defisiensi besi.
Penyerapan besi yang terkandung dalam makanan dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk kimianya, penyantapan bersama dengan faktor faktor yang mempertinggi dan, atau menghambat penyerapannya, status kesehatan dan status besi individu yang bersangkutan. Faktor faktor utama yang menentukan penyerapan besi:
1. Faktor faktor yang memacu penyerapan besi bukan hem. Asam askorbat (vitamin C), daging, unggas, ikan dan makanan laut yang lain dan PH rendah (misalnya, asam laktat)
2. Faktor faktor yang menghambat penyerapan besi non hem. Fitat (dalam gandum), Polifenal (dalam kacang kacangan) termasuk tannin (dalam teh) dan protein kacang kacangan
3. Faktor faktor penjamu (hostes) yaitu Status besi dan status kesehatan (infeksi, malabsorpsi)
Besi bukan hem dan besi hem diserap dengan cara yang berbeda. Besi hem tersedia dengan mudah dan bisa didapat sebanyak seperempat bagian dari besi yang ada di dalam makanan yang kaya daging. Sebaliknya, penyerapan besi bukan hem sangat bervariasi, dan tergantung pada makanan lain yang disantap bersama sama, terutama pada keseimbangan antara makanan yang memacu dan yang menghambat persediaan besi.

Pada orang yang menderita defisiensi besi akan menyerap lebih banyak besi, begitu pula sebaliknya, meskipun mekanisme pengaturan yang terlibat belum dimengerti. Sayangnya, peningkatan penyerapan besi tidak cukup besar untuk mencegah difisiensi pada manusia yang menyantap makanan makanan khas pada negara yang sedang berkembang.
6. PENILAIAN (PENGUKURAN STATUS GIZI IBU HAMIL)
Penilaian (pengukuran) status gizi merupakan langkah awal untuk mengetahui dan menanggulangi keadaan gizi kurang. Penilaian status gizi ibu hamil yang paling ideal dilakukan sebelum konsepsi terjadi. Dengan cara ini diharapkan persoalan berat badan yang berlebihan maupun keadaan kekurangan gizi dapat diidentifikasi.

Metode dasar yang digunakan dalam penilaian keadaan gizi ibu hamil dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam, meliputi:
6.1 Observasi klinis
Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan data observasi klinis yaitu:
1. Pemeriksa mempunyai perbedaan dalam interpretasi gejala fisik yang ditemukan, karena adanya perbedaan pengalaman
2. Adanya hal hal yang normal terjadi pada suatu kehamilan misalnya adanya hipertropi ginggiva pada ibu hamil belum tentu merupakan gejala defisiensi vitamain C
3. Pemeriksaan fisik berguna untuk mendeteksi perubahan perubahan dalam tubuh, yang diketahui mempunyai hubungan dengan ketidakcukupan zat zat gizi yang dapat dilihat atau dirasakan pada jaringan epitel, misalnya pada kulit, mata
6.2 Pengukuran antropometri
Penilaian status gizi ibu hamil biasanya menggunakan ukuran antropometri berupa berat badan (BB) , tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LLA), tebal lipatan bawah kulit.

6.3 Data Laboratorium
Menurut Williams ada 4 (empat) tes biokimia yang dapat mencerminkan penilaian status gizi ibu hamil yaitu dengan melihat status besi, apakah terdapat defisiensi gizi besi atau tidak. Tes tersebut meliputi:
1. Pemeriksaan Haemoglobin. Pemeriksaan kadar haemoglobin digunakan untuk menilai status besi, kadar haemoglobin yang dikombinasikan dengan parameter lain dapat digunakan untuk penentuan status besi. Ada beberapa cara untuk menentukan kadar haemoglobin yaitu dengan cara Sahli, Talquist, dan Cyanmethaemoglobin.
2. Pemeriksaan Hematokrit, bertujuan untuk menilai status besi. Pemeriksaan hematokrit biasanya dikerjakan bersama sama secara rutin dengan pemeriksaan haemoglobin. Kadar hematokrit kurang dari 32% dalam kehamilan menunjukan indikasi status defisiensi besi (anemia)
3. Kadar transferin. Serum transferin merupakan alat transport besi dalam darah dan disintesa oleh hati. Pengukuran serum transferin lebih sensitif dibandingkan dengan albumin karena masa paruhnya lebih pendek 8-10 hari. Nilai normal serum transferin 200-300 mg%.
4. Kadar total iron binding capacity, suatu indikator untuk membedakan terjadinya anemia akibat kekurangan besi dengan anemia (kekurangan besi) akibat penyakit kronis
6.4 Riwayat Kesehatan Ibu Hamil
Data yang dikumpulkan meliputi, umur riwayat kehamilan, riwayat medis, data sosial dan data pribadi.
7. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI
Kalau ditinjau secara mendalam, sebenarnya cukup tidaknya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh yang lebih lanjut akan menentukan status gizi atau tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor faktor yang berperan dalam menentukan status gizi tersebut pada dasarnya terdiri dari dua faktor; 1). semua faktor yang berpengaruh di luar diri seseorang yang disebut status gizi eksternal, yang meliputi konsumsi makanan (kuantitas dan kualitas) dan infeksi. 2). semua faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi, yang disebut faktor gizi internal, yang meliputi nilai cerna, status kesehatan, status fisiologis, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh.

8. SEBAB TIMBULNYA MASALAG GIZI
Timbulnya masalah gizi secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung adalah daya beli keluarga, yang meliputi penghasilan, harga bahan makanan, dan pengeluaran keluarga untuk kebutuhan keluarga selain makanan, kepercayaan dan kebiasaan makan, pendidikan atau pengetahuan, ada tidaknya pemeliharaan kesehatan, dan fenomena sosial serta keadaan lingkungan.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan gizi yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.
Adanya tambahan makanan yang masuk ke rumah tangga tidak pula menjamin bahwa kebutuhan gizi tambahan untuk seorang wanita yang sedang hamil dapat dipenuhi. Pendapat bahwa seorang wanita yang hamil makan untuk dua orang adalah konsep Barat; di banyak negeri negeri Asia, nyatanya wanita dengan sadar mengurangi makan sewaktu sedang hamil, dengan tujuan agar bayinya kecil dan kelahirannya mudah.

Lagi pula, biasanya ada pantangan untuk makan makanan tertentu, selain harus menjauhkan diri dari makan makanan seperti biasa. Hal ini banyak terjadi di banyak daerah di Indonesia pantang makan makanan tertentu pada saat sedang hamil.

9. ETIOLOGI ANEMIA KURANG BESI DAN BEBERAPA HASIL PENELITIAN
Defisiensi besi adalah penyebab anemia gizi yang paling umum dijumpai, meskipun defisiensi vitamin B12 dan protein, serta vitamin vitamin lainnya dan trace elements barangkali berperanan pula terhadap terjadinya anemia.
Pada situasi tertentu misalnya pada wanita hamil trimester ketiga dan bayi prematur, kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia, kekurangan vitain B 12 dapat pula terjadi pada orang orang yang sering mengalami malabsorbsi, tapi jarang pada masyarakat biasa.
9.1 Tidak cukup besi dalam makanan
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup banyak mengandung besi, atau absorbsinya rendah ¬maka ketersediaan besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang orang yang mengkonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang kacangan. Tetapi apabila di dalam menu terdapat pula bahan bahan makanan yang meninggikan absorpsi besi seperti daging, ayam, ikan dan vitamin C, maka ketersediaan besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan besi dapat terpenuhi.
9.2 Bertambah kebutuhan
Pada waktu hamil kurang lebih 500 mg besi diperlukan sebagai tambahan dari kebutuhan biasa pada sebelum hamil, kalau jumlah 500 mg ini tidak di dapatkannya dari makanan atau tidak diberikan suplemen besi pada waktu hamil, kemungkinan besar yang bersangkutan akan menderita anemia.
9.3 Kehilangan darah
Pada masyarakat di daerah-daerah tertentu, prevalensi investasi cacing tambang sangat tinggi. Infestasi cacing menyebabkan banyak darah yang keluar, sehingga mengganggu keseimbangan besi, di mana besi yang dikeluarkan lebih banyak dari besi yang masuk.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada Tahun 1985 1986 terdapat 3349 wanita hamil, dan didapatkan 7,317% wanita hamil menderita anemia (Hb<11g/dL), berdasarkan pemeriksaan cara sahli. Prevalensi anemia pada trimester III lebih tinggi dari trimester 1, prevalensi anemia pada kelompok paritas 0 lebih rendah dari paritas 5 ke atas, dan prevalensi anemia pada umur 20 sampai 24 tahun lebih rendah dari umur 35 tahun ke atas. Depkes RI (1998) melakukan penelitian terhadap, 266 wanita hamil trimester III di Indramayu dan Purwokerto (makanan pokok beras) Gunung Kidul (makanan pokok beras dan singkong), dan Bali (makanan pokok jagung dan singkong) ditemukan prevalensi anemia sebanyak 77% di daerah dengan makanan pokok beras, 56% di daerah dengan makanan pokok beras dan singkong, dan paling rendah yaitu 46% di daerah dengan makanan pokok jagung dan singkong. Rendahnya prevalensi anemia di daerah yang makanan pokoknya jagung dan singkong ini disebabkan makanan wanita hamil lebih beragam, dan lebih rendah jumlah wanita hamil yang terinfeksi oleh parasit usus.
Penelitian lain yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lampung pada Tahun 1984 dan 1985 terdapat 414 wanita hamil trimester II dan III, menunjukkan prevalensi anemia sebesar 52,6% untuk wanita hamil di Jawa Barat 53,7% di Jawa Tengah serta 48,7 di Lampung. Wanita hamil yang anemia memberikan respon yang nyata terhadap intervensi besi, sehingga dapat disimpulkan bahwa anemia yang umumnya diderita di daerah yang diselidiki disebabkan defisiensi besi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 RIAN TASALIM PRANERS. All rights reserved.