Rabu, 03 Maret 2010

caring 001 ,RSSM

"Caring"
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Landasan Teori
Keperawatan adalah suatu interaksi antara perawat dan klien, perawat dan profesional kesehatan lain. Proses interaksi manusia terjadi melalui komunikasi : verbal dan non verbal, tertulis dan tidak tertulis, terencana dan tidak terencana. Komunikasi diantara manusia menyampaikan pikiran, ide, perasaan dan informasi. Agar perawat efektif dalam berinteraksi, mereka harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik.

Komunikasi dapat didefinisikan sebagai pemberian atau pertukaran informasi dengan cara verbal atau tertulis. Kozier dan rekan (2000) mendefinisikan komunikasi sebagai “Suatu proses dua arah yang meliputi pengiriman dan penerimaan pesan”. Sherman (1994) mendefinisikan komunikasi sebagai berbagai pengalaman dan berbagai perasaan dan emosi. Konsep ini ditemukan pada komunikasi efektif. Perawat yang berkomunikasi secara efektif lebih mampu membina hubungan yang berhasil antara diri mereka sendiri dan orang lain, termasuk klien dan keluarga serta komponen masyarakat lainnya. Komunikasi yang efektif juga dapat mencegah banyak kesalahan yang menyebabkan insiden legal yang berkaitan dengan praktik keperawatan.
Ciri Komunikasi yang efektif itu salah satunya adalah jika didalamnya terdapat sikap atau perilaku “Caring” perawat yang profesional terhadap klien atau keluarga dan orang lainnya. Sehingga tercipta hubungan yang baik antara perawat dan klien.

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdediksi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan. Konsep caring pun mengalami perkembangan yang pesat.

Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner (1989), menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Diperkirakan bahwa ¾ pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan ¼ adalah curing. Jika perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja selama 24 jam di rumah sakit lebih menekankan caring sebagai pusat dan aspek yang dominan dalam pelayanannya maka tak dapat disangkal lagi bahwa perawat akan membuat suatu perbedaan yang besar antara caring dan curing (Marriner A-Tomey, 1998). Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan cara pengobatan. (Wiyana, 2008)\

1.2. Tujuan
Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kan kesabaran saja. Sebagai profesi utuh, perawat harus punya “body of knowledge” yang spesifik, memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktek keperawatan ke profesian yang didasari motivasi altruistik, punya standar kompetensi dan kode etik profesi. Dalam makalah ini di bahas bagaimana komunikasi seorang perawat melalui “Caring” atau kepedulian mereka terhadap klien, keluarga serta profesi lainnya. Komunikasi yang dilakukan dengan baik dapat memberikan hubungan yang baik serta mempermudah dalam proses penyembuhan. Sehingga diharapkan pelayanan keperawatan akan lebih bermutu. Serta setiap perawat dapat menerapkan “caring” dalam aplikasinya dalam merawat klien.




BAB II
PERMASALAHAN

Permasalahan dalam makalah ini adalah :

A- Definisi “Caring”
B-Konsep Penting “Caring”
C-Sikap “Caring”
D-Spiriting Caring
E-Karakteristik “Caring”
F-Care sebagai sebuah ide moral
G. Membangun pribadi ” Caring”









BAB III
PEMBAHASAN

A. Definisi Caring
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdediksi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan.
Rubenfeld (1999), mendefinisikan “Caring” : memberikan asuhan , dukungan emosional pada klien, keluarga dan kerabatnya secara verbal maupun non verbal. Jean Watson (1985), “Caring” merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan martabat manusia.
B. Konsep Penting “Caring”
Faktor Carative
Jean Watson merupakan penggagas teori yang banyak mempengaruhi pendekatan keperawatan dan meletakkan dasar humanisme pada keseluruhan aspek bidang kajian keperawatan. Konsep yang dikemukakan tentang esensi manusia dengan keutuhan dan sifat-sifat kemanusiaannya serta esensi caring menjadi fondasi bagaimana seharusnya perawat memperlakukan manusia lain (termasuk pasien/klien) dan diri sendiri. Watson meyakini praktik caring sangatlah penting untuk keperawatan ; ini adalah fokus pemersatu untuk praktik. Dua asumsi utama yang mendasari nilai perawatan manusia dalam keperawatan :
1. Care and love merupakan energi fisik dasar dan universal
2. Care dan love adalah syarat untuk kelangsungan hidup kita dan makanan untuk kemanusiaan.
Intervensi keperawatan yang terkait dengan perawatan manusia disebut faktor Carative, yang mestinya menjadi pembentuk perilaku caring yaitu :
• Forming a humanistic – altruistic
Faktor ini berkaitan dengan kepuasan melalui memberi dan memperluas rasa diri (sense of self). Meskipun nilai dipelajari pada awal kehidupan, nilai dapat langsung dipengaruhi oleh pendidik.
• Instilling faith & hope (Mengajarkan agar orang lain percaya dan mempunyai pengharapan : fasilitas optimisme, menyesuaikan diri)
• Cultivating sensitivity to one’s self (Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain)
• Developing a helping – trust relation (Membina hubungan saling percaya : jujur, empati)
• Expressing & feeling (Mengekspresikan perasaan positif dan negatif)
• Using creative problem-solving caring process (Mengambil keputusan dengan menggunakan metode pemecahan masalah yang ilmiah dan sistemik)
• Promoting interpersonal teaching – learning (Meningkatkan proses belajar)
• Providing a supportive, protective, or corrective mental-phisical sociocultural & spiritual environment. (Memberikan lingkungan fisik, mental, sosio kultural dan spiritual yang bersifat suportif, protektif dan korektif )
• Assisting with the gratification of human needs (Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar)
• Allowing for existential-phenomenologic forces (Memberi kesempatan untuk mengekspresikan aspek manusia)
(Susilaningsih, 2008)
Dari kesepuluh carrative factors diatas, Caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985) ini berkenaan dengan proses yang humanitis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia dan melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi yang bukan hanya berupa kemampuan teknis tetapi disertai “warmth, kindness, compassion”.

Faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang lain. Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.
Pembahasan di atas telah menunjukkan bahwa teori caring yang dikemukakan oleh Watson menekankan akan kebutuhan klien secara jasmani dan kebutuhan pendekatan spiritual bagi iman klien. Dengan demikian, perawat dituntut untuk mengenal dirinya sendiri secara spiritual dan menerapkannya dalam profesi keperawatan dalam memberikan perawatan dengan cinta dan caring. Jadi, dari teori caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya keseimbangan antara aspek jasmani dan spiritual dalam asuhan keperawatan. (Sujana, 2008)

Lima C dari Caring, Roach (1984) :
1. Compassion (Kasih sayang)
2. Competence (Kompetensi)
3. Conscience (Kesadaran)
4. Confidence (Kepercayaan)
5. Commitment (Komitmen)

Dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim keperwatan yaitu :
(1) Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien
(2) Adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik
(3) Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain
(4) Kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien
(5) Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).

C. SIKAP “CARING”
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
a. Keahlian
b. Kata-kata yang lemah lembut
c. Sentuhan
d. Memberikan harapan
e. Selalu berada disamping klien
f. Bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan

D. SPIRIT CARING
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan kepada klien.

Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Prilaku caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.

E. .Karakteristik “Caring”
Menurut Wolf dan Barnum (1998) :
1. Mendengar dengan perhatian
2. Memberi rasa nyaman
3. Berkata Jujur
4. Memiliki kesabaran
5. Bertanggung jawab
6. Memberi informasi sehingga klien dapat mengambil keputusan
7. Memberi sentuhan
8. Memajukan sensitifitas
9. Menunjukan rasa hormat pada klien
10. Memanggil klien dengan namanya

Sedangkan menurut Meyer (1971) komponen utama “Caring” adalah :
1. Pengetahuan
2. Kesabaran
3. Kejujuran
4. Kepercayaan
5. Kerendahan Hati
6. Harapan
7. Keberanian

Madeleine Leinigner (1991) menyatakan bahwa “perawatan manusia adalah intisar keperawatan dan nyata, dimensi pusat dan koheren, yang pada akhirna menjadi fokus utama kita. Merawat, menembus dan memelihara jaringan hidup keperawatan. Perawat makin menjadi ‘penulis kreatif’ bagi hidupnya sendiri, sebuah kehidupan yang tinggal dalam hubungan dan penghubung dan saling menghubungkan dengan orang lain. ‘Caring’ adalah cara keperawatan. Hal ini bagaimanapun perlu dijabarkan untuk mendapatkan kejelasan. Pelajar keperawatan perlu menggal secara dalam untuk menemukan nilai yang tersimpan, arti pribadi dari keperawatan yang akan berlanjut menjadi pemeliharaan hubungan pendekatan yang dalam dengan orang lain, itulah keperawatan, komitmen merawat itu harus membuat kontribusi pokok yang jelas dari perawat untuk memberikan perawatan kesehatan pada individu, keluarga dan komunitas pada saat ini dan masa yang akan datang. (Basford, 2006)

F. Care sebagai sebuah ide moral
Care adalah semangat, tindakan penting dari inti keperawatan, kekuatan yang menyatakan, proses dinamik dan intisari struktural. Care adalah nilai, caring adalah sebuah kebaikan. Mayerhoff (1971) memberikan informasi yang berhubungan dengan nilai care. Dalam konteks kehidupan manusia, caring sebagai salah satu cara mengatur nilai-nilainya yang lain dan aktivitas sekitarnya. Bila pengaturan ini komprehensif, karena keterlibatan caring-nya terdapat stabilitas dasar dalam kehidupannya. Dengan melayani caring, seseorang manusia hidup dalam kehidupan sendiri yang berarti.

Carper (1979) “Caring sebagai nilai profesional dan nilai pribadi adalah pusat penting dalam memberikan standar normatif yang mengatur tindakan dan sikap kita untuk care kepada siapa. Dalam suatu dunia ketika ada kesepakatan yang besar tentang kesendirian, nyeri, penderitaan, kesakitan, dan tragedi ketika itu pula kebutuhan care menjadi penting.

Kita harus secara serius bercermin pada apa yang kita inginkan dan apa yang kita cari. Dan ini adalah dasar dari caring kita. Berdasarkan Greene (1990) caring adalah dasar keberadaan etik. Ia menyatakan bahwa “Praktek yang digambarkan dalam pelayanan manusia harus dimulai dari kesadaran terhadap situasi, khususnya perasaan dan kepedulia. Harapannya adalah bahwa makin dan makin banyak praktisi akan berespons terhadap pentingnya caring imperatif dan berpikir apa artinya memilih diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan kebutuhannya.

Olsen (1993) “baik caring dan keadilan berbicara tentang rasa moral kebaikan kita”. Mungkin saja tidak ada kebaikan yang tidak dapat mensintesis kedua konsep tersebut, memahami dan menghormati orang lain adalah penting dalam tugas ini. Ini mengikuti bahwa faktor yang lebih luas atau dasar seorang menggunakan care terhadap orang lain, orang lain akan lebih care.

G. Membangun pribadi Caring
Untuk membangun pribadi Caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang Caring meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.

Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoritik ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya:
a. Variabel Individu
b. Variabel Psikologis
b. Variabel Organisasi.

Menurut Gibson(1987) yang termasuk variabel individu adalah kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi Caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan.



COHTOH KASUS (Diere Akut)
Konsep dasar diare akut
1. Pengertian
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah dan/atau lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. (Mansjoer, 2005).
Diare akut didefinisikan sebagai keluarnya buang air besar satu kali atau lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang dari empat belas hari. (Soegijanto, 2002).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal, biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi buang air besar lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa lendir dan darah. (Hidayat,2006).

2. Etiologi
Penyebab diare menurut Ngastiyah (1997) dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :
a. Faktor infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi :
a) Infeksi bakteri :
(1) Golongan noninvasif (tidak dapat menembus mukosa) yaitu : Vibrio cholerae, E. coli patogen.
(2) Golongan invasif yaitu : Salmonella, Shigella, E. coli infasif, E. coli hemorrhagic dan Campylobacter.
b) Inveksi virus : Enterovirus (Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus.
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides); protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis.


2. b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang paling sering adalah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Protein : asam amino, laktoglobulin.
c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis : rasa takut, cemas, stres. Menurut Guyton dan Hall (1997) stres mengakibatkan adanya stimulasi ke usus oleh saraf parasimpatis yang mencetuskan peningkatan motilitas maupun sektresi mukus.

3. Patofisiologi
Adanya bahan makanan yang tidak dapat diabsorbsi oleh lumen usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi penyerapan air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadi diare. Bakteri non-patogen (bakteroides, laktobasilus, klostridium) di dalam lumen usus halus (sering disebut flora usus) dapat menyebabkan diare. Normalnya melalui proses fermentasi bakteri non-patogen usus memetabolisir berbagai macam substrat terutama zat – zat makanan dengan hasil akhir asam lemak dan gas. Metabolisme anaerob ini akan memberikan tambahan energi bagi tubuh. Akibat stasis usus, obstruksi dan malnutrisi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri non-patogen sehingga pada proses fermentasi zat makanan menghasilkan metabolit yang tidak diinginkan oleh tubuh. Sebagai contoh : laktosa (dari susu) merupakan makanan yang baik bagi bakteri non-patogen. Laktosa akan difermentasikan menghasilkan gas lambung dan menyebabkan distensi. Akibat dari tingginya konsentrasi laktosa menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat. Keadaan hiperosmolar ini akan menyerap air dari intra selluler yang diikuti dengan peningkatan peristaltik usus sehingga terjadi diare.
(Markum,1996).

4. Manifestasi klinik
a. Anak cengeng dan gelisah
b. Suhu tubuh meningkat lebih dari 38ºC
c. Nafsu makan berkurang, mual, muntah
d. Berat badan turun
e. Membran mukosa kering
f. Nadi cepat
g. Takipnea
h. Turgor kulit tidak elastis, mata cekung, ubun – ubun cekung
i. Feces cair dengan/tanpa lendir dan darah
j. Peningkatan bising usus
k. Haluaran urine berkurang
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005 & Pillitteri, 2002)

Menurut Soegijanto (2002) berdasarkan penurunan berat badan, dehidrasi dibagi menjadi :
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%
2) Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5 – 5 %
3) Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10%
4) Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan > 10%


Skor Maurice King
Bagian tubuh yang diperiksa Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk Mengigau, koma, syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi / menit Kuat <> 140
(Markum, 1996)
Catatan :
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dijepit” antara ibu jari dan telunjuk selama 30 – 60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :
- 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
- 1 – 2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
- 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
2. Berdasarkan skor yang didapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya :
- Jika mendapat nilai 0 – 2 : dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3 – 6 : dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7 – 12 : dehidrasi berat


5. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak dengan diare antara lain :
a. Dehidrasi : ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik.
b. Renjatan hipovolemik : pada dehidrasi berat menyebabkan volume darah berkurang sehingga terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala nadi cepat dan lemah, pasien sangat lemah dan kesadaran menurun.
c. Asidosis metabolik : terjadi karena kehilangan NaHCO3 bersama feces, metabolisme lemak tidak sempurna sehingga bahan keton tertimbun dalam tubuh, penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam tertimbun dalam tubuh karena terjadi oliguria dan anuria serta berpindahnya ion Na dari cairan ekstrasel ke cairan intrasel. Asidosis metabolik ditandai dengan pernapasan cepat, dalam dan teratur (pernapasan kuszmaull).
d. Hipokalemia : dengan gejala meteorismus, hipotoni, otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram.
e. Hipoglikemia : gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, kejang sampai koma.
f. Intoleransi sekunder akibat keruakan villi mukosa usus dan defisiensi enzim laktase.
g. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
h. Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare jika lama atau kronik
(Ngastiyah, 1997)

6. Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan Mansjoer (2005) dan Nettina (2002) pemeriksaan penunjang pada diare adalah :
a. Pemeriksaan Feses : makroskopis dan mikroskopis untuk melihat adanya leukosit, eritrosit, parasit; pH bila dibawah 6,0 (asam) disertai tes reduksi positif menunjukkan adanya intoleransi glukosa; kultur feces untuk mencari bakteri penyebab diare.
b. Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca dan P serum pada diare yang disertai kejang).
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit serta fungsi ginjal.
d. Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab diare.
e. Kultur darah untuk mengetahui septikemia, studi serologi dapat mendeteksi virus.

7. Penatalaksanaan
Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (2005) dasar pengobatan diare adalah :

a. Pemberian cairan
Jenis cairan
1) Cairan per oral
a) Formula lengkap (oralit) : mengandung NaCl, NaHCO3, KCL dan glukosa.
b) Formula sederhana : hanya mengandung NaCL dan Sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam.
2) Cairan parenteral
a) DG AA (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5% atau sama dengan cairan KA-EN 3B).
b) RL G (1 bagian Ringer Laktat + 1 bagian glukosa 5% atau sama dengan RD 5%).
c) RL (Ringer laktat).
d) 3A (1 bagian NaCl 0,9 % + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6 mol/L atau sama dengan KA-EN 3A).
e) DG 1 : 2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%).
f) RL G 1 : 3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%).
g) Cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½% atau 4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9% atau sama dengan N5).
b. Pemberian makanan (Dietetik)
1) Untuk anak umur <> 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg.
Jenis makanan :
a) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tak jenuh, misalnya LLM, Almiron).
b) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim).
c) Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
2) Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg. Jenis makanan : makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan dirumah.
c. Obat – obatan
1) Obat anti sekresi
a) Asetosal : dosis 25 mg/tahun, minimum 30 mg.
b) Klorpromazin : dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari.
2) Obat anti spasmolitik : papaverine, ekstrak beladona, opium, loperamid.
3) Antibiotika
Diberikan bila penyebab diare diketahui :
a) Kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg/kgBB/hari.
b) Campylobacter, diberiakan eritromisin 40 – 50 mg/kgBB/hari.
Antibiotika untuk penyakit penyerta :
a) Infeksi ringan (OMA, faringitis), diberikan penisilin prokain 50.000 U/kgBB/hari.
b) Infeksi sedang (bronkitis), diberikan penisilin prokain atau ampisilin 50 mg/kgBB/hari.
c) Infeksi berat (bronkopneumonia), diberikan penisilin prokain dengan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari atau ampisilin 75–100 mg/kgBB/hari ditambah gentamisin 6 mg/kgBB/hari atau derivat sefalosforin 30 – 50 mg/kgBB/hari.



Konsep dasar asuhan keperawatan diare akut

1. Pengkajian keperawatan
Menurut Wong (2004) pengkajian anak dengan diare akut meliputi :
a. Data biografi
b. Riwayat Kesehatan
1) Penyakit yang pernah diderita (terutama penyakit infeksi).
2) Riwayat imunisasi.
Vaksin Pemberian Selang waktu Umur pemberian
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B 1 kali
3 kali
4 kali
1 kali
3 kali
4 minggu
4 minggu
4 minggu
4 minggu 0 – 11 bulan
2 – 12 bulan
0 – 11 bulan
9 – 11 bulan
0 – 11 bulan

3) Riwayat tumbuh kembang
Tahap pertumbuhan dan perkembangan untuk anak usia 12 sampai 18 bulan menurut Soetjiningsih (1995) :
Tahap pertumbuhan :
a) Perkiraan berat badan ideal untuk usia 1 tahun dengan menggunakan rumus “umur (tahun) x 2 + 8” = 10 kg.
b) Perkiraan tinggi badan untuk umur 1 tahun = 75 cm.
c) Perkiraan jumlah pertumbuhan gigi untuk anak usia 1 tahun yaitu sebanyak 6 – 8 gigi.
d) Lingkar lengan atas ideal untuk anak usia 1 tahun = 16 cm.
Tahap perkembangan :
a) Berjalan dan mengeksplorasikan rumah serta sekeliling rumah.
b) Menyusun 2 – 3 kotak.
c) Dapat mengucapkan 5 – 10 kata.
d) Memperlihat rasa cemburu dan rasa bersaing.
Penilaian perkembangan berdasarkan Test Denver.
a) Motorik kasar : berdiri sendiri, berjalan dengan baik, membungkuk dan berdiri, berjalan mundur.
b) Motorik halus : mencorat – coret, menaruh kubus di cangkir.
c) Bahasa : mengucapkan 3 kata.
d) Sosial : bermain bola, menirukan gerakan, minum dari cangkir, menggunakan sendok / garpu.
4) Riwayat pemberian makan.
5) Riwayat kesehatan lingkungan : kebersihan lingkungan tempat tinggal, sumber air bersih, ventilasi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kaji status dehidrasi (warna kulit, suhu akral, turgor kulit, membran mukosa, mata, ubun – ubun, suhu tubuh, nadi, pernapasan, perilaku, penurunan berat badan).
2) Observasi adanya manifestasi diare akut
a) Serangan diare tiba - tiba
b) Demam
c) Anoreksia, mual, muntah
d) Penurunan berat badan
e) Nyeri dan kram abdomen, distensi abdomen
f) Peningkatan bising usus / hiperperistaltik
g) Malaise
h) BAB lebih dari 3x sehari, konsistensi feces cair, dengan/atau tanpa lendir dan darah
3) Kaji status psikososial keluarga
4) Kaji tingkat pengetahuan keluarga
a) Pengetahuan tentang penanganan diare dirumah
b) Pengetahuan tentang diet
c) Pengetahuan tentang pencegahan diare berulang

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan Wong (2004) diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada anak dengan diare akut adalah :
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui feces atau emesis ditandai dengan :
Data subyektif : Klien haus, mual, anoreksia.
Data objektif :
• Ketidakcukupan masukan cairan per oral
• Keseimbangan negatif antara intake dan output
• Penurunan berat badan
• Membran mukosa kering
• Penurunan haluaran urine
• Penurunan turgor kulit
• Peningkatan Natrium serum
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare, intake yang tidak adekuat ditandai dengan :
Data subyektif :
• Keluarga klien melaporkan penurunan porsi makanan yang dihabiskan
• Kram abdomen
Data obyektif :
• Penurunan berat badan di bawah berat badan ideal
• Lingkar lengan atas di bawah ideal
• Konjungtiva anemis
• Anoreksia
• Kelemahan otot
• Penurunan albumin serum
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran gastrointestinal.
d. Kerusakan integritas kulit perianal berhubungan dengan iritasi karena diare ditandai dengan :
Data subyektif : perubahan kenyamanan : nyeri, gatal
Data obtektif :
• Kerusakan pada lapisan kulit (dermis) : lesi dan iritasi kulit karena popok
• Daerah perianal lembab dan kemerahan
e. Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stres ditandai dengan :
Data subyektif : melaporkan perasaan cemas, ketakutan
Data obyektif :
• Gelisah
• Fokus pada diri sendiri
• Kontak mata kurang
• Mudah tersinggung
• Tremor
• Ketegangan wajah
• Peningkatan pernapasan dan nadi
• Berkeringat
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan tentang penyakit, pengobatan klien ditandai dengan :
Data subyektif :
• Keluarga mengekspresikan perasaan tidak menerima keadaan
• Keluarga melaporkan ketidaktahuan terhadap kondisi klien
Data obyektif :
• Keluarga tidak mampu beradaptasi terhadap situasi krisis
• Keluarga tidak mau berpartisipasi dalam program terapeutik klien
• Perilaku keluarga yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengobatan dan perawatan klien
3. Intervensi Keperawatan
a. Dx. 1 Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui feces atau emesis.
Tujuan : Pasien mempertahankan hidrasi adekuat.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda dehidrasi : turgor kulit elastis, ubun – ubun tidak cekung, pasien tidak gelisah, membran mukosa lembab, tidak ada penurunan berat badan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC.
- Intake dan Output seimbang, kebutuhan cairan untuk anak usia 13 bulan = 120 – 135 ml/kgBB/hari (900 – 1000 ml/hari).
- Nilai elektrolit dalam batas normal : Na = 135–145 mmol/L, K = 3,5 –5,5 mmol/L, Cl = 98 – 105 mmol/L.
Intervensi :
1) Catat Observasi Intake Output setiap 24 jam.
R/ Mengetahui status dehidrasi dan mengevaluasi keefektifan intervensi.
2) Timbang berat badan anak setiap hari.
R/ mengobservasi dehidrasi.
3) Ukur tanda – tanda vital dan evaluasi turgor kulit, membran mukosa, status mental.
R/ mengobservasi dehidrasi.
4) Beri tahu keluarga untuk memberikan anak minum secara bertahap.
R/ meningkatkan hidrasi.
Kolaborasi :
5) Berikan larutan rehidrasi oral (oralit).
R/ rehidrasi dan pengganti kehilangan cairan melalui feces.
6) Berikan dan pantau cairan IV sesuai indikasi (kolaborasi).
R/ pengganti kehilangan cairan.
7) Observasi hasil pemeriksaan elektrolit.
R/mengetahui tingkat hidrasi dan keefektifan intervensi.

b. Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare, intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Pasien mengkonsumsi intake nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan (berat badan stabil), berat badan ideal untuk anak umur 13 bulan = 10 kg.
- Makan habis 1 porsi.
- Tidak ada mual, muntah.
- Nilai Hb dan albumin dalam batas normal : Hb = 13,2 – 17,3 g/dL, Albumin = 4 - 5,8 g/dL.
Intervensi :
1) Evaluasi status nutrisi dan penurunan berat badan.
R/ Mengindentifikasi kebutuhan untuk intervensi selanjutnya.
2) Beritahu dan motivasi ibu/keluarga untuk melanjutkan pemberian ASI.
R/ ASI mengurangi kehebatan dan durasi penyakit serta memberikan tambahan nutrisi.
3) Beri tahu ibu untuk memberikan anak makan dalam porsi kecil tapi sering
R/ meningkatkan intake makanan.
4) Observasi dan catat respon terhadap pemberian makan.
R/ mengetahui toleransi terhadap pemberian makanan.
Kolaborasi :
5) Berikan diet yang tepat sesuai indikasi.
R/ memberikan diet yang tepat sesuai kebutuhan tubuh dapat mengurangi diare dan memperbaiki status nutrisi. Kebutuhan kalori anak umur 1 tahun = 100 – 200 kkal/kgBB/hari, kebutuhan protein = 15 g/hari, kebutuhan lemak = 15 – 20% energi total.
6) Observasi nilai laboratorium khususnya Hb dan albumin.
R/ menurunnya nilai hemoglobin menyebabkan distribusi nutrisi oleh darah keseluruh tubuh menurun. Albumin merupakan komponen protein yang membentuk lebih dari setengah protein plasma.

c. Dx. 3 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran gastrointestinal.
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan infeksi gastrointestinal.
Kriteria hasil :
- Tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC.
- Nilai leukosit dalam batas normal : 6000 – 17500 /µL.
Intervensi :
1) Ajarkan orang tua klien cara mencuci tangan yang benar.
R/ mencegah penyebaran infeksi.
2) Beritahu orang tua untuk memakaikan popok dengan benar dan sekali pakai.
R/ Mengurangi kemungkinan penyebaran feces dan menurunkan kemungkinan terjadinya dermatitis karena popok.
3) Beritahu keluarga untuk melakukan tindakan perlindungan infeksi terhadap anak seperti mencuci tangan sebelum berinteraksi dengan anak dan sebelum memberikan makan, menjaga kebersihan diri ibu terutama sebelum memberikan ASI.

d. Dx. 4 Kerusakan integritas kulit perianal berhubungan dengan iritasi karena diare.
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : Kulit sekitar anus tidak lecet dan lembab.
Intervensi :
1) Observasi daerah bokong terhadap tanda – tanda iritasi.
R/ menentukan intervensi yang tepat.
2) Beritahu orang tua klien untuk mengganti popok jika sudah kotor.
R/ menjaga agar kulit tetap bersih dan kering
3) Beritahu orang tua klien untuk membersihkan bokong klien dengan sabun lunak non-alkalin / sabun bayi.
R/ pencucian bokong yang tidak bersih dapat merusak integritas kulit .
Kolaborasi :
4) Berikan salep topikal sesuai indikasi.
R/ mengurangi iritasi.

e. Dx. 5 Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stres.
Tujuan : Klien menunjukkan tanda – tanda kenyamanan
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda distres fisik atau emosional
- Keluarga berpartisipasi dalam perawatan klien
Intervensi :
1) Berikan tindakan atau aktivitas kenyamanan pada anak, ajak anak bermain, membacakan cerita bergambar dan aktivitas yang sesuai dengan toleransi anak.
R/ mencegah kejenuhan pada anak.
2) Libatkan orang tua klien dalam aktivitas perawatan.
R/ mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan.
3) Berikan sentuhan, berbicara dengan anak dan stimulasi sensoris sesuai tingkat perkembangan anak.
R/ memberikan kenyamanan dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

f. Dx. 6 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan tentang penyakit, pengobatan klien .
Tujuan : Keluarga memahami tentang penyakit anak dan pengobatannya serta mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untu merawat anak khususnya untuk perawatan di rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi kepada keluarga tentang penyakit anak dan program pengobatan.
R/ meningkatkan kepatuhan keluarga terhadap program terapeutik, khususnya jika sudah berada di rumah.
2) Beritahu dan motivasi keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan diare berulang.
R/ mencegah terjadinya diare berulang.
3) Beritahu dan motivasi keluarga cara perawatan anak di rumah dan melanjutkan program pengobatan anak yang masih didapat.
R/ keluarga melaksanakan program terapeutik secara optimal dan mencegah diare berulang.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu pengelolaan dari rencana tindakan / intervensi keperawatan yang telah dibuat sebelumnya yang dilakukan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan proses akhir dari asuhan keperawatan dimana hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan klien dan keluarga :
a. Klien mempertahankan hidrasi adekuat / intake cairan yang adekuat : tidak ada tanda – tanda dehidrasi : turgor kulit elastis, ubun – ubun tidak cekung, pasien tidak gelisah, membran mukosa lembab, tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC, intake dan output seimbang, nilai elektrolit dalam batas normal : Na = 135–145 mmol/L, K = 3,5 –5,5 mmol/L, Cl = 98 – 105 mmol/L.
b. Klien mengkonsumsi intake nutrisi yang adekuat : tidak terjadi penurunan berat badan (berat badan stabil), makan habis 1 porsi, tidak ada mual, muntah, nilai Hb dan albumin dalam batas normal : Hb = 13,2 – 17,3 g/dL, Albumin = 4 - 5,8 g/dL.
c. Klien tidak menunjukkan infeksi gastrointestinal : tanda – tanda vital dalam batas normal : N = 90 – 140 x/menit, RR = 15 – 30 x/menit, S = 36 – 37ºC, nilai leukosit dalam batas normal : 6000 – 17500 /uL.
d. Klien mempertahankan integritas kulit, kulit sekitar anus tidak lecet dan lembab.
e. Klien menunjukkan tanda – tanda kenyamanan, tidak ada tanda – tanda distres fisik atau emosional, keluarga berpartisipasi dalam perawatan klien.
f. Keluarga memahami tentang penyakit anak dan pengobatannya serta mampu memberikan perawatan, keluarga menunjukkan kemampuan untu merawat anak khususnya untuk perawatan di rumah.










BAB IV
Penutup

Kesimpulan :
Untuk menjadi perawat yang profesional dan bermutu,perawat harus memiliki caring yang baik. Karena apabila mempunyai caring yang bagus kita akan mudah bekrjasama dengan pasien atau pun dengan tenaga kesehatan yang lainnya bahwa masyarakat pada umumnya sekalipun.

Saran :
Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien, maka sikap caring perlu di perhatikan karena sikap caring adalah salah satu pengobatan terapi untuk pasien.











Referensi

Gibson, James L et al.(1987) Organisasi dan manajemen : perilaku, struktur dan proses, terjemahan Djarkasih Jilid 1 Penerbit Erlangga jakarta
Tomey, Marriner dan Alligood (1998) Nursing Theorists and their Work, Philadelphia : Mosby
Watson, Jean.(2004). Theory of human caring.
Http://www2.uchsc.edu/son/caring tanggal 1 Nopember 2007
http://misi.sabda.org/apa_yang_membuat_perawat_memiliki_kepedulian_caring
http://www.google.co.id/search?client=opera&rls=en&q=caring+pada+perawat&sourceid=opera&ie=utf-8&oe=utf-8
hhtp://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2oo8/10/penerapan –caring-pada-pasien-dengan html
http://bestifyna04.multiply.com/jurnalitem/41
http://www.google.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 RIAN TASALIM PRANERS. All rights reserved.